Dari sekitar 150.000 rumah tangga nelayan di Maluku, tidak sampai 10 persen yang sudah mendapatkan dukungan akses modal pemerintah. Sebagian besar kesulitan mengakses bantuan pemerintah ataupun pinjaman lembaga keuangan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Dari sekitar 150.000 rumah tangga nelayan di Maluku, tidak sampai 10 persen yang sudah mendapatkan dukungan akses modal pemerintah. Sebagian besar kesulitan mengakses bantuan pemerintah ataupun pinjaman lembaga keuangan.
Pantauan Kompas di pesisir Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Minggu (28/7/2019), berjejer perahu dayung di sejumlah titik. Perahu dayung tersebut digunakan nelayan lokal untuk mencari ikan. Perahu motor tersebut berukuran lebar sekitar 40 sentimeter dengan panjang tidak lebih dari 3 meter.
Perahu dayung tersebut sebagian dibuat sendiri. Namun ada juga bantuan pemerintah, yang ditandai dengan tulisan nomor bantuan dinas perikanan setempat. ”Heran juga, pemerintah kasih perahu model begini. Kecil sekali. Kami hanya bisa mancing di pesisir saja. Kalau mau bantu nelayan jangan hanya asal-asal saja,” kata Jopie Adrianz (31), salah satu nelayan, Minggu pagi.
Menurut Jopie, kapal kecil semacam itu kurang maksimal untuk mengarungi pesisir Kecamatan Nusaniwe di Teluk Ambon bagian luar yang terhubung dengan Laut Banda. Pasalnya, kawasan tersebut kerap dilanda gelombang tinggi. Akibatnya, banyak perahu dayung hanya terparkir di darat ketika angin kencang melanda. Banyak nelayan ingin membeli perahu motor lebih besar, tetapi kesulitan dana. Satu perahu motor berukuran 0,5 gros ton seharga Rp 15 juta hingga Rp 20 juta.
Kesulitan mengakses modal juga diakui Asril Tawainela (46), nelayan Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Perahu motornya sepanjang 7 meter dan lebar 0,5 meter masih belum leluasa menjelajah lebih dari 4 mil laut atau sekitar 7,4 kilometer.
Bantuan untuk beberapa nelayan ditarik kembali lantaran seorang politisi gagal terpilih dalam pemilihan umum.
Asril yang pertama kali bekerja di kapal ikan pada 1993 itu ingin memiliki perahu motor ikan yang lebih besar. ”Kalau mau pinjam uang sekarang susah juga. Mana mungkin nelayan kecil seperti kami dipercaya bank. Mengharap bantuan dari pemerintah susah. Harus ada kenalan dengan orang besar di pemerintah daerah atau legislatif,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Romelus Far Far mengatakan bahwa banyak nelayan lokal belum mendapatkan sentuhan pemerintah. Adapun anggaran Pemerintah Provinsi Maluku terbatas. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Maluku senilai lebih kurang Rp 3 triliun itu sebagian besar habis untuk belanja pegawai. Selebihnya untuk infrastruktur dasar, seperti jalan dan sekolah.
Romelus mengkritik minimnya dukungan anggaran pemerintah pusat untuk sektor perikanan Maluku. Pada 2018, besaran anggaran tidak lebih dari Rp 2 miliar. Padahal, setiap tahun, 600.060 ton ikan ditangkap di perairan Maluku oleh kebanyakan kapal dari luar Maluku. Jumlah produksi itu setara Rp 21 triliun.
Gubernur Maluku Murad Ismail sebelumnya telah mengundang lebih dari 200 perusahaan perikanan yang beroperasi di Maluku dalam pertemuan di Jakarta. Pengusaha perikanan diminta tidak hanya mengeksploitasi hasil laut di Maluku, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi perekonomian Maluku (Kompas, 28/7/2019).