PLTU Tanjung Jati B Segera Produksi Beton dari Abu
Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Tanjung Jati B di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, bersiap memproduksi beton dari limbah pembakaran batu bara. Saat ini, proses izin produksi sudah pada tahap akhir.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Tanjung Jati B di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, bersiap memproduksi beton dari limbah pembakaran batubara. Saat ini, proses izin produksi sudah pada tahap akhir.
General Manager PT PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B, Komang Parmita, di sela-sela pembukaan Tanjung Jati B (TJB) Infinite di Kota Semarang, Jateng, Selasa (30/7/2019), mengatakan, selama ini, abu terbang dan abu dasar (FABA) dimanfaatkan untuk kebutuhan pabrik semen.
Namun, seiring terus bertambahnya PLTU di Indonesia, pemanfaatan abu dari PLTU Tanjung Jati B cenderung menurun. "Karena itu, tahun ini kami membuat limbah FABA menjadi batako dan paving untuk infrastruktur. Di tahap uji coba, kami membuat jalan di Demak," kata Komang.
Komang menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan Universitas Diponegoro serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Kementerian PUPR. Juga akan ada kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Demak untuk mengecor jalan sepanjang 3,5 kilometer (km).
Karena itu, tahun ini kami membuat limbah FABA menjadi batako dan paving untuk infrastruktur. Di tahap uji coba, kami membuat jalan di Demak
Adapun proses perizinan sudah dalam tahap final. "Perizinan diperkirakan selesai Agustus 2019. Kami sudah membangun tempat pencetakan. Untuk tahap awal, produksi ditargetkan 100 paving blok per hari. Selanjutnya, kami harus memikirkan pasarnya seperti apa," kata Komang.
Pemanfaatan limbah hasil pembakaran batu bara itu, lanjut Komang, merupakan upaya agar pengelolaan limbah industri lebih baik serta mendukung kelestarian lingkungan. Dalam, pengembangannya, akan ada pemberdayaan masyarakat, dalam proses produksi beton.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, MR Karliansyah, menuturkan, industri berperan penting pada peningkatan ekonomi Indonesia. Termasuk di dalamnya, komitmen menjaga lingkungan hidup.
Berdasarkan kajian Price Waterhouse Coopers (PwC), produk domestik bruto (PDB) Indonesia diperkirakan menempati urutan 9 dunia pada 2020 dan 4 dunia pada 2050. "Itu bisa terwujud jika kualitas SDA dan lingkungan hidup, yang menjadi modal kita, terpelihara," ujar Karliansyah.
Inovasi dan efisiensi
Ia pun berharap adanya kompetisi di antara industri pembangkit listrik untuk semakin ramah lingkungan. Inovasi serta efisiensi produksi pun terus didorong. Dengan menerapkan penggunaan sumber energi efisien dan ramah lingkungan, biaya produksi dapat jauh ditekan.
Karliansyah mengatakan, baru dua pembangkit listrik di Indonesia yang menyandang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) Emas atau terbaik dalam pengelolaan lingkungan. "Baru PLTU Paiton (Probolinggo) dan Pembangkit listrik tenaga diesel dan gas (PLTDG) Pesanggaran (Denpasar). PLTU Tanjung Jati B berpotensi menjadi yang ketiga," kata dia.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Jateng Peni Rahayu, menuturkan, PLTU-PLTU turut mendorong pertumbuhan ekonomi di Jateng. Apalagi, oleh pemerintah pusat, pertumbuhan ekonomi Jateng ditarget mencapai 7 persen pada 2023 (saat ini 5,3 persen).
Kami ingin mendorong semua PLTU Jateng mendorong pengembangan industri. Semua harus sesuai regulasi dan memiliki hubungan baik dengan masyarakat
Pada 2020, menurut rencana akan beroperasi PLTU Batang dengan kapasitas 2x1.000 megawatt (MW). "Kami ingin mendorong semua PLTU Jateng mendorong pengembangan industri. Semua harus sesuai regulasi dan memiliki hubungan baik dengan masyarakat," ujarnya.
PLTU Tanjung Jati B, yang mulai beroperasi pada 2006, kini memiliki empat unit, masing-masing berkapasitas 661 megawatt (MW). Dengan total kapasitas 2.644 MW, PLTU Tanjung Jati B berkontribusi sebanyak 12 persen pada sistem kelistrikan Jawa-Bali.