Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Bali menjadikan siswa-siswa SMP sebagai target kampanye kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·2 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Bali menjadikan siswa-siswa sekolah menengah pertama sebagai target kampanye kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS. Kurangnya pengetahuan siswa SMP di Denpasar mengenai proses dan risiko reproduksi dari hasil survei PKBI Bali tahun 2016 memperkuat perlunya kampanye tersebut.
Hasil survei terhadap 1.200 siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Denpasar itu di antaranya menunjukkan bagaimana siswa mulai penasaran dan mencoba-coba berhubungan seksual. Sementara itu, beberapa anak menyatakan menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom hingga mengetahui informasi soal HIV/AIDS.
”Awalnya, PKBI Bali menduga siswa sekolah menengah atas (SMA) atau usia remaja yang perlu mendapatkan perhatian lebih dan menjadi sasaran penyebaran informasi dan edukasi dibandingkan siswa SMP. Ternyata, hasil survei mengejutkan. Anak SMP mulai harus mendapatkan perhatian lebih, terutama soal kesehatan reproduksi maupun HIV/AIDS,” kata Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Bali Komang Sutrisna, di Denpasar, Selasa (30/7/2019).
Sutrisna menjelaskan, ketika ditanya pengetahuan mereka mengenai pubertas, sebanyak 90,76 persen menjawab mengetahuinya. Begitu pula 55,58 persen siswa mengetahui persoalan HIV/AIDS. Hanya saja, soal proses dan risiko reproduksi, hanya dijawab sekitar 10 persen dari responden.
”Meskipun mereka sebagian besar sudah mengetahui informasi tentang kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS dengan baik, sekitar 50 persen anak-anak ini tetap masih menginginkan info yang lebih detail. Hal ini mendorong PKBI Bali bekerja sama dengan Pemerintah Kota Denpasar memilih lima SMP negeri dan swasta di Denpasar sebagai proyek percontohan,” ujar Sutrisna.
Proyek percontohan tersebut menggunakan modul setara atau modul semangat dunia remaja yang beberapa bulan terakhir dipraktikkan kepada guru dan selanjutnya guru kepada siswa. Hasilnya, guru dan siswa menjadi sahabat. Banyak siswa bersedia terbuka dan menjadikan guru sebagai tempat curhat (curahan hati).
Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali I Made Suprapta juga prihatin dengan angka ratusan anak di usia 15 tahun sampai 19 tahun terindikasi HIV/AIDS. Apalagi, remaja tersebut sudah berani coba-coba berhubungan seks dengan lawan jenis.
Secara umum, kata Suprapta, jumlah kasus HIV/AIDS di Bali mulai ada penurunan sejak tahun 2015. Data menunjukkan jumlah kasus HIV/AIDS pada tahun 2015 sebanyak 2.529 orang dan menurun menjadi 2.423 orang pada 2016.
Akan tetapi, menurut dia, hal tersebut belum bisa dikatakan adanya tren penurunan. Suprapta mengatakan, ia masih menemukan sejumlah keluarga atau orang dengan HIV/AIDS yang belum terbuka datang dan mendata secara sukarela. Karena itu, ia tetap berupaya memaksimalkan penyuluhan ke masyarakat, termasuk merangkul media untuk mempropagandakan kepada khalayak tentang HIV/AIDS hingga penanganannya.