Penanganan Buta Aksara di NTB Belum Berjalan Efektif
Penanganan buta aksara di Nusa Tenggara Barat belum berjalan efektif. Tidak tersedianya data akurat tentang penyandang buta aksara dan belum adanya dukungan program berkelanjutan secara berkesinambungan menjadi penyebab utama.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Penanganan buta aksara di Nusa Tenggara Barat belum berjalan efektif. Tidak tersedianya data akurat tentang penyandang buta aksara dan belum adanya dukungan program berkelanjutan secara berkesinambungan menjadi penyebab utama.
”Soal data, kami ada perbedaan dengan Badan Pusat Statistik. Bisa jadi, warga yang sudah mengikuti program pengentasan buta aksara lalu tercatat tidak pernah ikut program itu,” ujar Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Barat Rusman, Rabu (31/7/2019) di Mataram, Lombok.
Badan Pusat Statistik NTB menyebutkan, angka buta aksara usia 15 tahun ke atas di NTB mencapai 12,58 persen (630.722 orang) dari 5.013.687 total penduduk NTB. Jumlahnya tak berubah signifikan pada tahun 2017, yakni 12,86 persen (637.287 orang).
Saat ini, program lanjutan dan integratif setelah warga mengikuti program Keaksaraan Fungsional juga belum berjalan efektif, seperti pendampingan petugas untuk mengingatkan warga agar terus berlatih membaca, menulis, dan berhitung. Tanpa pendampingan dan latihan, peserta Keaksaraan Fungsional bisa berpotensi buta aksara.
”Dulu ada program Absano (Angka Buta Aksara Nol) yang dilaksanakan Pemprov NTB. Kami akan mengkaji lagi program Absano seperti perkembangan dan kendalanya agar menemukan program yang tepat untuk pengentasan buta aksara,” kata Rusman.
Kepala Bidang Pendidikan Usia Dini di Dinas Pendidikan Lombok Barat Rosida menuturkan, dukungan dana menjadi persoalan pengentasan warga dari buta aksara. Tahun 2017, Pemkab Lombok Barat memberikan dana untuk 2.500 warga dan pemerintah pusat mengalokasikannya bagi 1.000 warga.
Akan tetapi, tahun 2018 dan 2019, Pemkab Lombok tidak mengalokasikan dana. Baru tahun ini, Direktorat Keaksaraan dan Keseteraan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan kuota 5.000 warga belajar untuk penuntasan buta aksara di Lombok Barat. ”Saat ini, kegiatan belajarnya berlangsung 15 hari,” ujar Rosida.