Lahan Galian C di Kota Cirebon Akan Dijadikan Kawasan Agrowisata
Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, bakal menjadikan lahan galian pasir di Kelurahan Argasunya sebagai kawasan agrowisata. Dengan begitu, masyarakat setempat tidak lagi bergantung pada penambangan pasir yang beberapa kali merusak lingkungan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS - Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, bakal menjadikan lahan galian pasir di Kelurahan Argasunya sebagai kawasan agrowisata. Dengan begitu, masyarakat setempat tidak lagi bergantung pada penambangan pasir yang beberapa kali merusak lingkungan.
Meskipun telah dilarang sejak 2004, aktivitas galian pasir di Kelurahan Argasunya masih berlangsung hingga kini. Aktivitas penambangan itu tampak dari sejumlah truk yang hilir mudik mengangkut pasir. Pasir yang diambil dari bukit setempat lalu disimpan di pinggir jalan. Warga lalu mengangkutnya ke atas truk sebelum dibawa ke luar Argasunya.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cirebon mencatat, penambangan yang dimulai sejak 1980-an itu telah membuat 48,3 hektar lahan kritis, atau sekitar 7 persen dari 675 hektar luas Argasunya. Tebing tersebut menganga hingga kedalaman lebih dari 15 meter. Bekas galian C tersebar di Kampung Kopi Luhur, Sumur Wuni, Cibogo, Surspandan dan Kedung Jumbleng.
Dari pendataan 2018, DLH Kota Cirebon, daerah bekas tambang pasir merupakan tanah milik 137 warga. Sebagian besar dari 18.541 penduduk Argasunya juga masih menggantungkan hidup pada galian C yang masih aktif. Upah sehari di tambang itu bisa lebih dari Rp 100.000 per orang.
"Untuk tahap awal, kami sedang memetakan lokasi untuk membangun tiga embung. Kami baru mendapatkan satu lokasi. Embung ini akan menampung air dari hujan dan sungai untuk mengairi lahan pertanian serta perkebunan yang dijadikan agrowisata," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (BP4D) Kota Cirebon Arif Kurniawan, Kamis (1/8/2019), di Kota Cirebon.
Akan tetapi, pihaknya masih akan berkoordinasi dengan Dinas Pangan Pertanian Kelautan dan Perikanan Kota Cirebon untuk menentukan komoditas yang akan ditanam untuk argowisata. "Menurut masyarakat di sana, tanaman kopi bisa ditanam di sana," ucapnya.
Embung seluas 5 hektar-10 hektar itu rencananya juga untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Argasunya. Selama ini, kelurahan yang hanya berjarak 7 kilometer dari pusat pemerintahan Kota Cirebon itu kerap krisis air saat kemarau.
Arif menuturkan, embung tersebut merupakan infrastruktur awal mengembangkan kawasan agrowisata di daerah 28 meter di atas permukaan laut itu. Agrowisata, lanjutnya, adalah cara bagi masyarakat beralih profesi dari penambang pasir menjadi petani dan pengelola wisata.
"Kami kesulitan menghentikan penambangan pasir karena itu tanah warga. Kami sudah mencoba mereklamasi lahan bekas galian C seluas 4 hektar dengan harapan diikuti oleh warga. Namun, tidak ada lahan lain yang direklamasi setelah itu,” ujar Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLH Jajang Yaya.
Arif menambahkan, bekas galian C akan dijadikan kawasan wisata dengan lanskap yang cocok sebagai spot foto Instagram. "Rencana ini sudah masuk dalam rencana besar (master plan) kami. Tetapi, belum sampai ke anggaran dan kapan waktu pelaksanaannya," katanya.
Menurut Arif, Argasunya menjadi bukti ketimpangan pembangunan di Kota Cirebon. Selain galian pasir, kelurahan di wilayah selatan itu juga menjadi tempat pembuangan sampah akhir lebih dari 330.000 warga Kota Cirebon. Sebaliknya, di wilayah utara dan tengah, puluhan hotel dan 200 restoran atau rumah makan memadati Kota Cirebon.
Argasunya menjadi bukti ketimpangan pembangunan di Kota Cirebon. Selain galian pasir, kelurahan di wilayah selatan itu juga menjadi tempat pembuangan sampah akhir lebih dari 330.000 warga Kota Cirebon
Rasio gini, koefisien yang menunjukkan kesenjangan pendapatan dan kekayaan, di Kota Cirebon juga kian parah. Tahun lalu, rasio gini mencapai 0,41. Angka ini naik dibandingkan dengan 2016, yakni 0,4.
Padahal, pada 2013, rasio gini hanya 0,38. Semakin mendekati angka 0, ketimpangan semakin kecil. Pemkot menargetkan rasio gini turun menjadi 0,4 tahun ini. "Caranya, dengan mengubah Argasunya dari sentra galian C menjadi agrowisata," ucap Arif.
Lurah Argasunya Dudung Abdul Barry menyambut baik rencana Pemkot Cirebon membangun embung untuk mengembangkan kawasan agrowisata. "Kami berharap warga terlepas dari aktivitas galian C. Namun, ini masih butuh sosialisasi," katanya.