Tiga Pelaku Penambangan Ilegal di Kawasan Rawan Bencana Ditangkap
Kepolisian menangkap tiga pelaku penambangan tanah urug ilegal di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selain tidak dilengkapi izin, aktivitas penambangan tersebut juga dilakukan di wilayah rawan tanah longsor sehingga berpotensi membahayakan masyarakat.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Aparat Kepolisian Daerah DI Yogyakarta menangkap tiga pelaku penambangan tanah uruk ilegal di Kabupaten Bantul. Selain tidak dilengkapi izin, aktivitas penambangan tersebut juga dilakukan di wilayah rawan tanah longsor sehingga berpotensi membahayakan masyarakat.
Para pelaku adalah DW (52), penanggung jawab penambangan; WT (22), pencatat orderan tanah uruk dan penerima uang; serta EA (30), operator penambangan. Ketiganya ditangkap hari Jumat (12/7) dan ditahan polisi sejak Minggu (14/7).
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DI Yogyakarta Komisaris Besar Tony Surya Putra, Kamis (1/8/2019), di Yogyakarta, mengatakan, pelaku menambang di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Bantul, sejak sekitar empat bulan lalu. Padahal, berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY, lokasi tersebut bukan wilayah yang boleh ditambang.
Di sana, beberapa bulan sebelumnya, pernah dilanda longsor. Bahkan, Tony menambahkan, berdasarkan penyelidikan kepolisian, aktivitas penambangan itu tidak berizin. Para pelaku juga tidak bisa menunjukkan surat tugas dari pemerintah daerah setempat.
”Para pelaku dijerat Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar,” kata Tony.
Selain menangkap tiga pelaku, polisi juga menyita dua truk dan satu ekskavator. Dari tangan para pelaku, polisi juga menyita uang hasil penjualan tanah senilai Rp 1,3 juta, dua buku berisi catatan penjualan tanah uruk, serta dua alat komunikasi handy talky.
Alasan
Tony memaparkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, para pelaku menambang untuk mencegah longsor susulan di wilayah tersebut. Namun, alasan itu tidak bisa dibenarkan. Alasannya, wilayah itu tidak termasuk area yang diperbolehkan untuk penambangan.
Apalagi, berdasarkan penyidikan kepolisian, para pelaku terbukti menjual tanah uruk hasil penambangan itu kepada pihak-pihak lain. Tanah itu dijual untuk membangun rumah pribadi, pembangunan jalan, dan meratakan lahan yang akan dibuat bangunan,” kata Tony.
Dia menambahkan, para pelaku menjual tanah uruk hasil penambangan Rp 120.000-Rp 125.000 per bak truk. Dalam sehari mereka bisa mengirimkan 10-20 kali sehingga para pelaku bisa mendapat minimal Rp 1,2 juta per hari.
Para pelaku menjual tanah uruk hasil penambangan Rp 120.000-Rp 125.000 per bak truk. Dalam sehari, mereka bisa mengirimkan 10-20 kali sehingga para pelaku bisa mendapat minimal Rp 1,2 juta per hari.
Tony mengatakan, Polda DIY akan terus menindak aktivitas penambangan ilegal. Tony juga mengimbau masyarakat yang memiliki informasi tentang penambangan ilegal untuk melapor ke Polda DIY. ”Jangan sampai praktik ilegal itu menimbulkan bencana alam karena ini akan merugikan masyarakat,” ujarnya.
Kepala Dinas PUP-ESDM DIY Hananto Hadi Purnomo mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan polisi untuk menindak pelaku penambangan ilegal. Dia menambahkan, para pelaku penambangan ilegal sebenarnya sudah diberi peringatan dan mendapat sosialisasi mengenai aturan yang berlaku.
”Secara administrasi, kami harus melakukan pembinaan dan peringatan dulu. Tetapi, kalau masih berlanjut, kami berkoordinasi dengan kepolisian untuk menindak,” ucap Hananto.