Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menangkap dalang di balik pembalakan liar hutan negara di perbatasan Jambi-Sumatera Selatan. Aparat juga menyidik keterlibatan Brigadir BE, oknum di Kepolisian Daerah Jambi, yang membekingi pembalakan liar di jalur tersebut.
Oleh
IRMA TAMBUNAN/IHSAN MAHAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Polri menangkap dalang di balik pembalakan liar hutan negara di kawasan perbatasan Jambi-Sumatera Selatan. Aparat juga menyidik keterlibatan Brigadir BE, oknum di Kepolisian Daerah Jambi, yang membekingi pembalakan liar di jalur tersebut.
Kepala Subdirektorat Tipiter Bareskrim Polri Komisaris Besar Irsan mengatakan, hingga Kamis (1/8/2019), penyidik masih menggali keterangan dari M setelah ia ditangkap pada Selasa (30/7/2019) lalu. M adalah cukong kayu ilegal di jalur itu. Ia menjadi buronan dua bulan terakhir.
”Aktor utama di balik praktik ilegal ini adalah M. Dia sudah kami tangkap Selasa lalu di Bandung,” ujar Irsan.
Irsan menjelaskan keterlibatan M memodali seluruh aktivitas pembalakan liar tersebut. Keterlibatannya diketahui berawal dari sebuah operasi yang berlangsung 8 Mei lalu. Saat itu, tim menggerebek sebuah gudang dan usaha pengolahan kayu di wilayah Tangkit, Muaro Jambi. Dari pengakuan sopir, diketahui seluruh kayu yang tak berdokumen itu diambil dari kawasan hutan produksi di wilayah Muaro Jambi.
Atas dasar itulah, satu pekan setelahnya, tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Jambi bergerak mendekati jalur pembalakan liar dalam areal salah satu hak pengusahaan hutan PT Pesona Belantara Persada (PBP). Tim mendapati aliran kayu dalam kanal serta tumpukan kayu di sebuah sawmill dengan volume total sekitar 2.000 meter kubik. Namun, pemiliknya, M, melarikan diri.
M baru berhasil ditangkap di Bandung, Selasa lalu. Menurut Irsan, M diketahui mempekerjakan 60 orang untuk menebang dan melansir kayu curian dari hutan negara. Penyidik telah menyita 30 mesin potong kayu serta 2 truk pengangkut hasil kayu sebagai barang bukti.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat IV Tipiter Polda Jambi Komisaris Fachrul Rozi mengatakan, penyidikan terhadap Brigadir BE, oknum aparat yang bertugas di Polda Jambi, masih berlanjut. BE telah ditetapkan sebagai tersangka terkait penggerebekan gudang dan usaha pengolahan kayu di wilayah Tangkit, Muaro Jambi, pada 8 Mei lalu. Ia memasok kayu ke usaha tersebut.
”Kami perkirakan Senin depan berkasnya sudah dapat dilimpahkan ke kejaksaan,” kata Fachrul.
Hasil penghitungan tim Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah IV Jambi, kayu-kayu yang menumpuk di gudang dan usaha pengolahan kayu tersebut mencapai 46 meter kubik. Kayu-kayu itu terdiri atas beragam jenis, mulai dari rengas (Gluta renghas), kempas (Koompassia malaccensis), hingga sejumlah jenis dalam kelompok meranti (Dipterocarpaceae sp).
Tim juga mendapati kayu jenis ramin (Gonystylus bancanus) yang status konservasinya dilindungi karena sudah langka. Kayu-kayu itu diindikasikan diambil dari hutan alam.
Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi Rudi Syaf mengatakan, pembalakan liar memberi dampak besar pada kehancuran hutan. Daya masifnya seperti pembakaran hutan, tetapi penanganannya masih dinomorduakan. Karena itu, ia mendorong penanganan terhadap pelaku pembalakan liar lebih tegas. Presiden agar jangan ragu memberi sanksi bagi pimpinan aparat yang dianggap tak mampu mengatasi pembalakan liar.
Pembalakan liar memberi dampak besar pada kehancuran hutan. Daya masifnya seperti pembakaran hutan, tetapi penanganannya masih dinomorduakan.
Menurut Rudi, luas hutan alam di Jambi kian menyusut dari 2,5 juta hektar kini tersisa 920.000 hektar saja. Menurut dia, pencurian kayu dari hutan alam dianggap menggiurkan. Nilai jual kayu dari hutan alam sangat tinggi. Kayu meranti, misalnya, masih dijual dengan harga Rp 2 juta per meter kubik 10 tahun silam, tetapi kini harganya naik menjadi Rp 7 juta hingga Rp 10 juta. Hal itu disebabkan kebutuhan kayu yang tinggi tak sebanding dengan pasokan legal.