Komoditas perikanan Nusa Tenggara Barat, yang diekspor ke sejumlah negara melalui daerah lain, diketahui acap kali tanpa dilengkapi surat keterangan asal atau certificate of origin (COO).
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Komoditas perikanan Nusa Tenggara Barat, yang diekspor ke sejumlah negara melalui daerah lain, diketahui acap kali tanpa dilengkapi surat keterangan asal atau certificate of origin (COO). Hal itu menyulitkan Pemerintah Provinsi NTB dalam mendata komoditas potensi ekspor dan menentukan arah kebijakan pembangunan perekonomian.
”Mengurus SKA, kan gratis dan cepat karena sudah online. Apalagi, potensi dan produksi perikanan tangkap NTB sangat besar sehingga cukup mendukung neraca ekspor yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Karena itu, besaran riilnya menjadi tolok ukur kebijakan NTB,” ujar Selly Handayani, Kepala Dinas Perdagangan NTB, di Mataram, Jumat (2/8/2019).
Komentar itu diutarakan Selly menyusul adanya 100 ton ikan tangkapan nelayan di perairan NTB yang hanya singgah di Pelabuhan Perikanan Negara (PPN) Teluk Awang, Lombok Tengah. Ikan-ikan itu lalu dibawa ke luar daerah, seperti Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, kemudian diekspor ke sejumlah negara.
Selly lalu mengirimkan petugasnya guna membantu penerbitan surat keterangan asal (SKA). Namun, petugas di pelabuhan itu tidak dapat memastikan negara tujuan ekspor sehingga SKA ikan itu batal diterbitkan. Jika SKA ikan itu diterbitkan di daerah lain, ucap Selly, berarti akan tercatat sebagai komoditas hasil daerah itu.
SKA menjadi penting sebagai salah satu alat untuk menentukan arah kebijakan yang diambil Pemprov NTB, dalam hal ini sektor perikanan tangkap. Sektor perikanan memiliki daya ungkit cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi di luar sektor tambang.
Dalam acara diseminasi bertema ”Hilirisasi Komoditas Sektor Utama NTB dalam Mendorong Daya Saing Ekonomi NTB”, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia NTB Achris Sarwani mengatakan, komoditas utama NTB adalah sektor pertanian dalam arti luas. Namun, setahun setelah gempa Lombok Juli-Agustus 2018, sektor ini tidak digarap maksimal.
Ini karena mengirimnya ke Banyuwangi. Kalau untuk ekspor, SKA dikeluarkan Dinas Perdagangan NTB.
Hal itu terlihat dari data kuartal I tahun 2019, sektor pertanian tumbuh 0,07 persen. Adapun pada dua kuartal sebelum bencana gempa, pertumbuhannya rata-rata 2 persen setahun. Bahkan, pada periode 2011-2017, sektor pertanian ini tumbuh di atas 5 persen per tahun dengan kontribusi 23 persen bagi produk domestik regional bruto (PDRB) NTB.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Hamdi mengatakan, ikan yang dibawa keluar daerah setelah didaratkan di Pelabuhan Teluk Awang dilengkapi SKA domestik yang dikeluarkan Dinas Kelautan dan Perikanan NTB. ”Ini karena mengirimnya ke Banyuwangi. Kalau untuk ekspor, SKA dikeluarkan Dinas Perdagangan NTB,” katanya.
Pengiriman menggunakan SKA domestik berjalan empat kali dengan jumlah sekitar 500 ton berupa ikan tuna, cakalang, marlin, ikan kembung, dan lainnya. ”Dari NTB, pengiriman sampai di Pulau Jawa, dijual oleh pembeli pertama ke pembeli lokal atau eksportir. Saya tidak tahu negara tujuan ekspor apabila ini dibeli oleh eksportir,” ujarnya.
Dokumen SKA itu semakin penting untuk mengidentifikasi komoditas ekspor NTB. Selain itu, NTB juga tengah membangun Pelabuhan Gili Mas, dekat Pelabuhan Lembar, Lombok Barat, sebagai pelabuhan peti kemas.
Selly mengatakan, beroperasinya pelabuhan ini akan mendongkrak ekspor NTB ke depannya. Selain itu, juga diharapkan memudahkan aktivitas ekspor komoditas lokal tanpa harus melalui daerah lain sehingga tercatat sebagai produk NTB.