Generasi Muda Diajak Mencegah Perdagangan Satwa Ilegal
Generasi muda atau yang lazim disebut generasi Z diajak ikut serta mencegah perdagangan satwa dilindungi. Menyuarakan kepedulian terhadap perlindungan satwa bisa dilakukan melalui telepon pintar dalam genggaman. Media sosial merupakan salah satu jalan termudah.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS – Generasi muda atau yang lazim disebut generasi Z diajak ikut serta mencegah perdagangan satwa dilindungi. Menyuarakan kepedulian terhadap perlindungan satwa bisa dilakukan melalui telepon pintar dalam genggaman. Media sosial merupakan salah satu jalan termudah.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wiratno di Batam, Senin (5/8/2019), mengharapkan, generasi Z berani menunjukkan sikap kritis terhadap maraknya perdagangan satwa dilindungi di media sosial.
“Selama ini media sosial banyak dipakai menjual satwa dilindungi. Saat ini tugas generasi Z mengubah media sosial menjadi sarana menyuarakan kepedulian terhadap kelestarian satwa,” kata Wiratno saat membuka Jambore Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) di Taman Wisata Alam Muka Kuning.
Tempat penyelenggaraan Jambore HKAN kali ini, Batam, sejak lama dikenal sebagai pintu gerbang penjualan satwa ilegal. Kasus terakhir, Senin (29/7/2019), petugas Pangkalan TNI AL Batam mengungkap penyelundupan 450 ekor burung kacer (Copsychus saularis) dari Malaysia.
Selama ini media sosial banyak dipakai menjual satwa dilindungi. Saat ini tugas generasi Z mengubah media sosial menjadi sarana menyuarakan kepedulian terhadap kelestarian satwa
Kepala Subdirektorat Sumber Daya Genetik Kementerian LHK Mohammad Haryono mengatakan, burung masih merupakan satwa dilindungi yang paling banyak diperdagangkan. “Orang biasanya lebih tertarik memelihara burung yang bisa berkicau dan bulunya berwarna-warni,” ujarnya
Satwa dilindungi di Indonesia saat ini berjumlah 904 jenis. Sebanyak 554 jenis di antaranya merupakan burung. Banyaknya jenis satwa dilindungi tersebut sering kali membuat petugas di lapangan kesulitan membedakan antara satwa yang dilindungi dan satwa yang tidak dilindungi.
Tiga buku katalog
Oleh karena itu, Kementerian LHK meluncurkan tiga buku katalog satwa dilindungi, yaitu taksa aves (burung), herpetofauna (reptil dan amfibi), dan mamalia. Buku itu untuk membantu petugas imigrasi, bea dan cukai, serta karantina dalam mengidentifikasi berbagai jenis satwa yang dilindungi.
“Konservasi ini bukan hanya pekerjaan Kementerian LHK. Semua pihak, termasuk masyarakat umum, diharapkan bisa ikut terlibat mencegah perdagangan satwa dilindungi,” kata Direktur Konservasi Keaneragaman Hayati Kementerian LHK Indra Exploitasia.
Warga bisa melaporkan perdagangan satwa dilindungi melalui telepon pintar dengan menggunakan aplikasi E-Pelaporan Satwa Dilindungi Bareskrim Polri ataupun aplikasi Gakkum Kementerian LHK. Dengan begitu diharapkan perdagangan satwa ilegal bisa semakin ditekan jumlahnya.
Konservasi ini bukan hanya pekerjaan Kementerian LHK. Semua pihak, termasuk masyarakat umum, diharapkan bisa ikut terlibat mencegah perdagangan satwa dilindungi
Menurut Haryono, perdagangan ilegal merupakan salah satu penyebab menurunnya jumlah satwa di alam. Komitmen pemerintah, keterlibatan warga, dan antusiasme generasi muda dalam menjaga kelestarian alam diharapkan mampu menyelamatkan sejumlah jenis satwa yang kini terancam punah.