Tim dari tiga kementerian dan KPK menghentikan aktivitas reklamasi di Pulau Tegal Mas, Pesawaran, Lampung, Selasa (6/8/2019). Penyidik pegawai negeri sipil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih menyelidiki aktivitas reklamasi di pulau itu karena diduga tidak berizin dan merusak ekosistem laut.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
PESAWARAN, KOMPAS — Tim dari tiga kementerian dan Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan aktivitas reklamasi di Pulau Tegal Mas, Pesawaran, Lampung, Selasa (6/8/2019). Penyidik pegawai negeri sipil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih menyelidiki aktivitas reklamasi di pulau itu karena diduga tidak berizin dan merusak ekosistem laut.
Tim gabungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyegel dua lokasi dengan memasang papan peringatan. Kegiatan itu dipimpin Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani serta disaksikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan KKP M Eko Rudianto.
Lokasi yang disegel ialah reklamasi di Pantai Maritta Sari yang dilakukan PT Tegal Mas Thomas selaku perusahaan pengembangan wisata. Di lokasi itu, perusahaan menimbun laut sepanjang sekitar 100 meter dengan lebar 10 meter. Lokasi tersebut digunakan sebagai area sandar kapal yang digunakan untuk menyeberang ke Pulau Tegal Mas.
Lokasi lain yang disegel ialah reklamasi di Pulau Tegal seluas 0,5 hektar yang juga dilakukan PT Tegal Mas Thomas. Penimbunan dilakukan dengan tanah yang diambil dari mengeruk perbukitan yang ada di pulau itu.
”Tim kami sudah bekerja cukup lama melakukan proses penyelidikan. Kami melihat kegiatan reklamasi ini tidak memiliki izin dan ada indikasi perusakan lingkungan hidup,” kata Rasio di sela-sela peninjauan ke Pulau Tegal Mas.
Rasio menjelaskan, penindakan oleh tim dari tiga kementerian bersama KPK dilakukan sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk memperbaiki tata kelola ruang dan lingkungan hidup. Sebelumnya, tim juga telah menyegel lima lokasi di Pulau Belitung yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum. Tindakan ini diharapkan memberikan efek jera kepada pelaku perusakan lingkungan.
Tim kami sudah bekerja cukup lama melakukan proses penyelidikan. Kami melihat kegiatan reklamasi ini tidak memiliki izin dan ada indikasi perusakan lingkungan hidup.
Aktivitas reklamasi itu dinilai melanggar Pasal 98 dan 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal lain yang dilanggar adalah Pasal 69 Ayat 1 dan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta Pasal 73 dan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Rasio menegaskan, KLHK tidak melarang adanya aktivitas wisata di Pulau Tegal Mas. Namun, pengelola dilarang melanjutkan aktivitas reklamasi dan pengembangan kawasan laut di dua tempat yang telah disegel.
Tim penyidik segera melakukan kajian terkait nilai kerugian akibat kerusakan terumbu karang, lamun, mangrove, serta ekosistem laut di pulau itu. Selain itu, penyidik juga akan melakukan gelar perkara dan meminta keterangan dari pihak-pihak terkait.
Sementara itu, Eko mengungkapkan, pemerintah juga mendapat keluhan dari nelayan di sekitar pulau yang merasa terganggu dengan aktivitas reklamasi itu.
Sejumlah nelayan budidaya keramba jaring apung menyatakan, aktivitas reklamasi membuat air laut menjadi lebih keruh. Menurunnya kualitas air meningkatkan potensi ikan mati menjadi lebih besar.
Diminati pejabat
Pulau Tegal Mas merupakan pulau dengan total luas 120 hektar. Pulau ini merupakan salah satu tempat wisata bahari yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Bandar Lampung. Perjalanan darat ditempuh selama 1 jam, dilanjutkan dengan menyeberang menggunakan kapal selama 30 menit.
Saat ini, Pulau Tegal Mas dimiliki oleh sejumlah orang. Di pulau itu sudah dibangun sejumlah fasilitas, antara lain restoran, penginapan, dan dermaga. Investasi tanah dan vila di pulau itu juga diminati oleh pejabat.
Salah satu yang pernah membeli tanah dan vila di Pulau Tegal Mas adalah Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainuddin Hasan. Dalam sidang pemeriksaan saksi, Senin (4/2/2019), terungkap bahwa Zainudin pernah membeli tanah dan vila senilai Rp 2 miliar menggunakan uang suap. Pulau itu dibeli dari Thomas A Riska, salah satu pemilik tanah dan pengembang jasa wisata di pulau tersebut.
Saut mengungkapkan, modus pelanggaran lingkungan biasanya terkait dengan adanya upaya transaksional di belakangnya. KPK hadir untuk memastikan agar tata kelola lingkungan dan usaha dilakukan dengan jujur dan tidak melanggar hukum.
Thomas A Riska, pemilik tempat wisata Tegal Mas, mengakui adanya kekeliruan terkait aktivitas reklamasi di pulau itu. Pihaknya menyatakan siap mematuhi aturan pemerintah.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung Nomor 552/9275/KEP/V.16/2019 pada 23 Juli 2019, PT Tegal Mas Thomas baru mendapatkan izin pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata. Dalam surat itu, PT Tegal Mas juga wajib menghentikan kegiatan reklamasi dan pengembalian fungsi kawasan Pantai Marrita Sari. Namun, hingga kini hal itu belum dilakukan.
Sementara Direktur PT Tegal Mas Thomas M Rafsanzani Patria mengatakan segera berkoordinasi dengan pihak terkait untuk membahas pengembalian fungsi kawasan Pantai Marrita Sari.