Dikenal Tangguh, Tembakau Temanggung Kini Terdampak Kekeringan
Musim kemarau kali ini berdampak pada tanaman tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Padahal, tanaman ini dikenal tangguh tumbuh subur di lingkungan minim sumber air.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Musim kemarau kali ini berdampak pada tanaman tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Padahal, tanaman ini dikenal tangguh tumbuh subur di lingkungan minim sumber air.
Kemarau kali ini bahkan memicu gagal panen. Pertumbuhan sebagian tanaman lainnya yang masih tumbuh pun kurang optimal. Kondisi ini rentan memicu penurunan volume panen tembakau tahun ini.
Walji, petani di Desa Jetis, Kecamatan Selopampang, Rabu (7/8/2019), mengatakan, pertumbuhan 10.000 batang tembakau miliknya terdampak kemarau. Sekitar 500 tanamannya kering dan gagal panen. Sementara sisanya tidak memberi hasil optimal karena jumlah daun sedikit dan rata-rata tinggi tanaman hanya sekitar 1 meter. Idelanya tinggi tanaman siap panen mencapai 1,5 meter.
”Dari panen pertama kali ini, saya mungkin hanya mendapatkan 6 kuintal daun tembakau. Panen pertama tahun lalu saya bisa dapat hingga 8 kuintal,” katanya.
Penurunan produksi panen di tahun ini, menurut dia, terjadi karena tanaman sudah terdampak kekeringan sejak mulai ditanam. ”Tahun lalu, di satu bulan pertama, tanaman masih terus tersiram hujan. Sekarang, kami terpaksa menanam di tanah yang sudah kering,” ujarnya.
Upayanya mengalirkan air dari sumber air terdekat gagal karena pasokannya tidak cukup. Tembakau dikenal tidak membutuhkan banyak air. Namun, menurut Walji, di satu bulan pertama penanamannya, tanaman ini tetap membutuhkan banyak pasokan air.
Daryati, petani di Desa Purwodadi, Kecamatan Tembarak, mengatakan, akibat kekeringan, rata-rata tinggi 1.000 tembakau miliknya yang sudah berusia 2,5 bulan kurang dari 1 meter. Kondisi ini jauh dari standar tinggi tanaman di usia tersebut, 1,5 meter. Dia yakin, kondisi itu akan menurunkan jumlah daun yang bakal dipanen.
Akibat kekeringan, rata-rata tinggi 1.000 tembakau miliknya yang sudah berusia 2,5 bulan kurang dari 1 meter. Kondisi ini jauh dari standar tinggi tanaman di usia tersebut, 1,5 meter.
”Tahun ini, kemungkinan akan susut 20 persen dibanding tahun lalu,” ujarnya.
Akibat hal ini, Daryati mengatakan, tidak mungkin mengandalkan hasil panen sendiri untuk memenuhi pasokannya. Sejak seminggu lalu, dia mulai membeli tembakau dari Kabupaten Magelang dan Boyolali. Dia sudah melakukan tiga kali pembelian dengan volume tembakau lebih dari 5 ton.
”Jika minggu ini pabrik rokok mulai membuka gudang, saya sudah memiliki stok tembakau yang bisa ditawarkan kepada mereka,” ujarnya.