Polda DIY Ungkap Penipuan Jual Beli Tanah Miliaran Rupiah
Kepolisian Daerah DI Yogyakarta mengungkap kasus penipuan jual beli tanah bernilai miliaran rupiah di Kabupaten Sleman. Korban terperdaya bujuk rayu pelaku yang punya status terpandang, yakni keluarga seorang guru besar di perguruan tinggi negeri di Yogyakarta.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS-Kepolisian Daerah DI Yogyakarta mengungkap kasus penipuan jual beli tanah bernilai miliaran rupiah di Kabupaten Sleman. Korban terperdaya bujuk rayu pelaku yang punya status terpandang, yakni keluarga seorang guru besar di perguruan tinggi negeri di Yogyakarta.
"Yang menarik dari kasus ini adalah pelaku merupakan orang-orang yang memiliki status sosial cukup bagus," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Komisaris Besar Hadi Utomo dalam konferensi pers, Rabu (7/8/2019), di Markas Polda DIY.
Hadi menjelaskan, polisi telah menetapkan tiga orang yang terlibat dalam penipuan itu sebagai tersangka. Tiga orang itu adalah perempuan berinisial DKH (44) pegawai negeri sipil (PNS) di Jakarta, lelaki berinisial GTN (37) wiraswasta di Sleman, serta perempuan dengan inisial RH (71), yang juga merupakan wiraswasta di Sleman.
Tiga pelaku itu masih memiliki hubungan keluarga. Mereka juga kerabat seorang guru besar PTN di Yogyakarta. Korban dalam kasus ini adalah Setya Ningsih (44), warga Sleman. Setya adalah teman kuliah DKH.
Hadi menjelaskan, kasus itu bermula dari pertemuan Setya Ningsih dengan tersangka DKH pada November 2017. Dalam pertemuan itu, DKH menawarkan sebidang tanah di Dusun Dayakan, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman. Tanah seluas 3.431 meter persegi itu dijual dengan harga Rp 1.500.000 per meter persegi.
Kepada Setya Ningsih, DKH mengaku memiliki kuasa dari pemilik lahan untuk menjualkan lahan tersebut. Beberapa waktu kemudian, DKH mengajak Setya untuk menengok lahan tersebut bersama tersangka GTN dan RH. Setelah itu, Setya sepakat membeli sebagian lahan tersebut, seluas 1.400 meter persegi.
Adapun harga lahan yang disepakati adalah Rp 1.500.000 per meter persegi sehingga total harga lahan yang dibeli Setya sebesar Rp 2,1 miliar. Sesudah kesepakatan terjadi, Setya mulai mentransfer uang kepada para tersangka. "Korban mentransfer uang secara bertahap," tutur Hadi.
Pada 8 Januari 2018, misalnya, Setya melakukan transfer ke rekening bank milik GTN sebanyak Rp 300 juta. Pada 16 Januari 2018, Setya kembali mentransfer uang sebanyak Rp 750 juta ke rekening bank milik GTN.
Setelah itu, pada Februari-Juni 2018, Setya melakukan transfer sebanyak lima kali kepada GTN dengan total Rp 875 juta. Oleh karena itu, secara keseluruhan, Setya telah membayar kepada tersangka sebanyak Rp 1,925 miliar.
Akan tetapi, setelah pembayaran itu, Setya mulai merasa curiga. Sebab, transaksi jual beli lahan itu tidak kunjung diproses. Oleh karena itu, pada 27 Agustus 2018, ia melaporkan kasus tersebut ke Polda DIY. Polisi lalu menyelidiki kasus itu dan menetapkan DKH, GTN, dan RH sebagai tersangka.
Setelah itu, pada 16 Mei 2019, polisi menahan salah seorang tersangka, yakni GTN. Sementara itu, dua orang tersangka lain belum ditahan. Menurut Hadi, DKH belum ditahan karena memiliki anak yang masih kecil. Sementara RH belum ditahan karena pertimbangan usianya yang sudah tua.
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal berlapis, antara lain Pasal 378 KUHP juncto Pasal 372 KUHP dan Pasal 55 serta 56 KUHP. Selain itu, para pelaku juga dijerat dengan Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Para pelaku terancam hukuman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Hati-hati
Hadi memaparkan, salah satu faktor yang menyebabkan korban bisa diperdaya adalah status sosial para pelaku yang berasal dari keluarga terpandang. Oleh karena itu, Hadi mengimbau masyarakat untuk berhati-hati saat hendak membeli tanah atau properti di DIY.
"Salah satu yang membuat korban tertarik itu status sosial para pelaku. Oleh karena itu, masyarakat harus berhati-hati dan jangan mudah percaya," ungkap Hadi.
Salah satu yang membuat korban tertarik itu status sosial para pelaku. Oleh karena itu, masyarakat harus berhati-hati dan jangan mudah percaya
Sementara itu, Setya Ningsih menuturkan, awalnya ia merasa percaya kepada para pelaku karena DKH merupakan temannya semasa kuliah. Oleh karena itu, Setya tidak merasa curiga saat DKH menawarkan tanah. "Apalagi, bapak dia (DKH) adalah guru besar di PTN di Yogyakarta," ujarnya.
Setya menambahkan, setelah mentransfer uang sebesar Rp 1,925 miliar, para pelaku selalu mengelak untuk mengurus persyaratan untuk jual beli tanah tersebut. Sesudah didesak, para pelaku akhirnya mengakui bahwa tanah tersebut ternyata bermasalah sehingga transaksinya tidak bisa diproses.