Indonesia kaya akan sumber pangan. Sayangnya, keberagaman pangan lokal belum dimanfaatkan dengan baik. Diversifikasi pangan terus didorong agar masyarakat tidak bergantung pada jenis makanan pokok tertentu.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Indonesia kaya akan sumber pangan. Walakin, keberagaman pangan lokal belum dimanfaatkan dengan baik. Untuk itu, diversifikasi pangan terus didorong agar masyarakat tidak bergantung pada jenis makanan pokok tertentu.
Nasi masih menjadi makanan pokok bagi mayoritas warga Indonesia. Padahal, banyak pangan lokal lainnya yang bisa menjadi sumber karbohidrat seperti nasi, antara lain hanjeli, sorgum, dan jawawut.
”Kandungan karbohidrat dan proteinnya hampir sama dengan nasi. Jadi, keberagaman pangan lokal harus dimanfaatkan, salah satunya untuk pemenuhahan gizi,” ujar dosen Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB), Yayuk Farida Baliwati, di Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (13/8/2019).
Hal itu disampaikan Yayuk saat menjadi juri dalam Festival Pangan Lokal Lomba Cipta Menu Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman. Kegiatan itu diikuti perwakilan Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluaraga (PKK) dari 26 kabupaten/kota di Jabar.
Dalam kegiatan itu, aneka ragam pangan lokal ditampilkan menjadi makanan olahan, seperti paket makan siang berbahan hanjeli, bolu hanjeli, nasi singkong, dan nasi jagung. Menurut Yayuk, inovasi sangat dibutuhkan agar makanan olahan diminati masyarakat.
Akan tetapi, ketersediaan pangan alternatif, seperti hanjeli, sorgum, dan jawawut, belum sebanyak padi. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menyediakan sumber pangan alternatif itu.
”Hanya beberapa kelompok masyarakat yang menanamnya. Jadi, ketersediaannya belum sebesar padi,” ujarnya.
Nasi masih menjadi makanan pokok bagi mayoritas warga Indonesia. Padahal, banyak pangan lokal lainnya yang bisa menjadi sumber karbohidrat seperti nasi, antara lain hanjeli, sorgum, dan jawawut.
Yayuk mengatakan, pemanfaatan keberagaman pangan lokal juga membutuhkan dukungan bisnis. Tanpa keuntungan ekonomi, sulit membuat pangan lokal dan olahannya diminati.
”Dukungan dunia usaha sangat penting. Paket makan siang berbahan hanjeli, misalnya, bisa ditawarkan seperti halnya nasi kotak dalam seminar dan acara lainnya,” ujarnya.
Yayuk berharap, pemanfaatan pangan lokal terus digaungkan hingga tingkat keluarga. Selain untuk menjaga keanekaragaman makanan Nusantara, hal itu juga bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Singkong dan jagung
Ketua Tim Penggerak PKK Jabar Atalia Praratya Ridwan Kamil mengatakan, selain padi, masyarakat Jabar juga mulai aktif mengonsumsi singkong dan jagung. Namun, pangan lokal lainnya, seperti hanjeli dan ganyong, masih jarang dimanfaatkan.
”Mungkin karena ketersediaannya juga belum banyak. Ini harus dikembangkan agar keberagaman pangan melimpah,” ujarnya.
Menurut Atalia, sejumlah warga belum memaksimalkan sumber pangan alternatif itu dalam memenuhi kebutuhan gizi. Dari pengalaman mengunjungi beberapa daerah, dia masih menemukan anak-anak yang diberi makanan seadanya, seperti kerupuk, kecap, dan ikan asin.
”Padahal, mereka bisa memelihara ikan atau menanam sayuran. Kader PKK harus mengajak masyarakat memanfaatkan potensi sumber pangan di sekitarnya,” ucapnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar Koesmayadi Tatang Padmadinata mengatakan, festival itu bertujuan untuk meningkatkan konsumsi pangan lokal yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman. Selain itu, juga mendorong kreativitas dalam mengolah pangan lokal sehingga bernilai komersial.
Festival itu dimenangi oleh Tim Penggerak PKK Kota Bogor. Mereka akan mewakili Jabar dalam festival pangan lokal tingkat nasional pada Peringatan Hari Pangan Sedunia di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada Oktober mendatang.