Satgas Karhutla Sumsel Butuh Teknologi Modifikasi Cuaca
Satgas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Sumatera Selatan membutuhkan teknologi modifikasi cuaca untuk mengurangi risiko kekeringan di kawasan rawan kebakaran. Permintaan akan fasilitas tersebut diajukan sejak tiga bulan lalu, tetapi hingga saat ini belum terealisasi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Satgas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Sumatera Selatan membutuhkan teknologi modifikasi cuaca untuk mengurangi risiko kekeringan di kawasan rawan kebakaran. Permintaan akan fasilitas tersebut diajukan sejak tiga bulan lalu, tetapi hingga saat ini belum terealisasi.
Hal itu diungkapkan Komandan Satgas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Sumsel Kolonel Arhanud Sonny Septiono, Selasa (13/8/2019), di hadapan Kepala Badan Pemeliharan Keamanan (Kabaharkam) Polri Komisaris Jenderal Condro Kirono saat mengikuti rapat penanggulangan karhutla di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel.
Sonny mengatakan, teknologi modifikasi cuaca (TMC) berupa hujan buatan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu diharapkan mampu mengurangi tingkat kekeringan lahan dan risiko kebakaran lahan di Sumsel. ”Sekali hujan saja, mungkin bisa mengurangi dampak kebakaran lahan hingga satu minggu,” ujarnya.
Hingga saat ini, lanjut Sonny, kebakaran lahan di Sumsel sudah menghanguskan lahan sekitar 572 hektar di sejumlah wilayah rawan. Jumlah titik panas pun meningkat setiap bulannya. Sampai 12 Agustus 2019, di Sumsel terdapat 224 titik panas, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama bulan lalu, yakni 57 titik panas.
Sampai 12 Agustus 2019, di Sumsel terdapat 224 titik panas, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama bulan lalu, yakni 57 titik panas.
Menurut Sonny, kebakaran lahan di Sumsel disebabkan kondisi lahan yang sangat kering sehingga tanaman yang tumbuh di atas lahan tersebut mudah terbakar.”Memang 99 persen kebakaran disebabkan oleh manusia, tetapi faktor alam juga cukup memengaruhi,” kata Sonny.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, di sebagian besar daerah di Sumatera Selatan sudah tidak turun hujan selama 20 hari terakhir. Akibatnya, tim pemadam di lapangan mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber air karena debit air yang terus menurun.
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas 1 Palembang Nuga Putrantijo mengatakan, tidak turunnya hujan di sebagian besar daerah di Sumsel lantaran adanya siklon tropis yang membawa uap air keluar dari Sumsel. ”Diprediksi siklon itu akan hilang satu minggu ke depan. Harapannya, setelah itu akan turun hujan di Sumsel,” kata Nuga.
Selain keberadaan TMC, Tim Satgas Penanggulangan Karhutla Sumsel juga membutuhkan tambahan helikopter bom air. Hingga saat ini, Sumsel baru menerima lima helikopter bom air berkapasitas 4.000 liter.
Satgas Penanggulangan Karhutla Sumsel juga membutuhkan tambahan helikopter bom air.
Komandan Lanud Sri Mulyono Herlambang Palembang Kolonel Penerbang Heri Sutrisno mengatakan, dalam melaksanakan operasi bom air, pihaknya terkendala jauhnya titik api dan juga keterbatasan sumber air. Heri menjelaskan, dalam setiap penerbangan, kemampuan terbang helikopter sekitar empat jam.
Jika kebakaran terjadi di tempat yang jauh, ambil contoh di Musi Banyuasin yang membutuhkan waktu penerbangan 1,5 jam, waktu efektif untuk bom air hanya satu jam. Dengan penambahan helikopter diharapkan operasi pengeboman air bisa lebih optimal.
Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Mohamad Nasir, Sabtu (27/10/2018), memantau pesawat yang digunakan untuk mengadakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Pangkalan TNI Angkatan Udara Sri Mulyono Herlambang. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kekurangan pesawat untuk melakukan TMC.Condro Kirono menuturkan, pihaknya akan menyampaikan permintaan tersebut karena TMC baru bisa digunakan ketika ada awan hujan. ”Ketika tidak ada, tidak bisa dilakukan hujan buatan,” ungkapnya.
Selain itu, berdasarkan penuturan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, akan disediakan pesawat Hercules yang akan membawa bola air yang digunakan untuk memadamkan api dari udara. ”Mudah-mudahan, Sumsel juga mendapatkan fasilitas tersebut,” katanya.