Dana Desa Belum Optimal Dialokasikan untuk Mitigasi Bencana di Sebatik
Program dana desa belum optimal digunakan untuk mitigasi bencana abrasi di Desa Tanjung Aru, Kecamatan Sebatik Timur, Nunukan, Kalimantan Utara. Dari sekitar Rp 1 miliar dana desa, hanya Rp 15 juta untuk penanggulangan bencana.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
NUNUKAN, KOMPAS — Program dana desa belum optimal digunakan untuk mitigasi bencana abrasi di Desa Tanjung Aru, Kecamatan Sebatik Timur, Nunukan, Kalimantan Utara. Dari sekitar Rp 1 miliar dana desa, hanya Rp 15 juta untuk penanggulangan bencana.
Total pendapatan Desa Tanjung Aru tahun 2019 Rp 1,8 miliar. Dana itu berasal dari dana desa Rp 1,1 miliar, alokasi dana desa Rp 523 juta, dan sumber lain Rp 154 juta. Alokasi belanja desa terbesar dialokasikan untuk pembangunan desa, yakni 52,5 persen atau Rp 991 juta. Mitigasi bencana hanya dialokasikan 0,8 persen atau Rp 15 juta.
Seperti diberitakan Kompas (14/8/2019), jalan aspal di Desa Tanjung Aru yang sebelumnya memiliki lebar 3 meter tergerus abrasi hingga tersisa 1,5 meter. Desa Tanjung Aru yang berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi terkena gelombang utara dan selatan pada awal, pertengahan, dan akhir tahun. Dalam 10 tahun terakhir, setidaknya 170 meter daratan sudah tergerus.
”Dulu ada sekitar 50 rumah di tepi pantai. Sekarang hanya tersisa lima rumah. Itu pun sudah terancam rusak karena abrasi,” ujar Burhan (56), warga Tanjung Aru, Rabu (14/8/2019).
Ia mengatakan, sebelumnya sudah ada program penanaman mangrove dari desa, tetapi sebelum pohon tumbuh besar, ombak sudah menghanyutkan tanaman itu. Akhirnya, warga berinisiatif untuk membuat penahan ombak seadanya berupa karung berisi pasir dan kayu.
Warga lain, Alim Bachri (47), sudah menyampaikan pentingnya penanganan abrasi itu kepada pemerintah desa. Namun, ia belum pernah dilibatkan dalam musyawarah perencanaan dan pembangunan desa. Ia berharap, aspirasi masyarakat lebih tertata ditampung oleh pemerintah desa sehingga ada masalah yang diprioritaskan.
Dulu ada sekitar 50 rumah di tepi pantai. Sekarang hanya tersisa lima rumah. Itu pun sudah terancam rusak karena abrasi.
Alim mengatakan, jika gelombang tinggi datang, air laut naik hingga ke permukiman warga yang menghadap laut. Terjangan air laut itu masuk ke puluhan rumah di sana. Selain Tanjung Aru, abrasi juga terjadi di Desa Tanjung Karang, Desa Padaidi, dan Desa Sungai Manurung.
Abrasi menerjang banyak lokasi di sepanjang 15 kilometer pantai Pulau Sebatik bagian timur. Abrasi juga mengancam pembudidaya rumput laut yang mengandalkan bilik untuk menjemur rumput laut di sepanjang pantai itu.
Pejabat Pelaksana Kepala Desa Tanjung Aru Suriansyah mengatakan, pelaksanaan pembangunan desa digunakan untuk berbagai kebutuhan, seperti normalisasi sungai, pemeliharaan jalan, pengerasan jalan, beasiswa, dan pengadaan penampungan air hujan karena mayoritas desa di Pulau Sebatik sulit mendapatkan air bersih.
Ia yang menjadi pengganti sementara kepala desa mengatakan, penganggaran dana desa sudah dilakukan kepala desa yang purnatugas sehingga ia tidak bisa mengubahnya. Menurut laporan yang ia terima, penanaman pohon mangrove sudah dilakukan beberapa kali, tetapi bibit mangrove tergerus ombak saat gelombang besar menerjang pada awal, pertengahan, dan akhir tahun.
”Saya mendapat amanah sampai kepala desa baru terpilih dilantik. Saya juga sudah membuat catatan untuk kepala desa terpilih selanjutnya agar abrasi menjadi perhatian karena sudah memprihatinkan,” katanya.
Ia juga sudah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Nunukan dan Dinas Pekerjaan Umum Nunukan untuk bekerja sama mencegah abrasi berkepanjangan. Pemerintah Kabupaten Nunukan dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara sudah berkoordinasi dan bersurat kepada pemerintah pusat untuk pembuatan pemecah ombak di sepanjang pantai Desa Tanjung Aru.
Kepala Seksi Bina Pengelolaan Keuangan dan Aset Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Nunukan Feri Wahyudi mengatakan, pendampingan sudah dilakukan kepada pemerintah desa dalam mengelola uang desa. Ada pula rapat koordinasi mitigasi bencana yang melibatkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalimantan Utara.
”Kami mengarahkan berdasarkan peraturan menteri desa. Prioritasnya untuk pengembangan sumber daya masyarakat dan pembangunan yang di dalamnya ada juga mitigasi bencana. Implementasinya kami serahkan kepada desa sesuai kebutuhan daerahnya masing-masing melalui musyawarah perencanaan dan pembangunan desa,” tutur Feri.