Mendekati peringatan HUT Republik Indonesia pada 17 Agustus, pedagang telok abang marak di wilayah Palembang. Keberadaannya menjadi daya tarik tersendiri bagi pejalan kaki ataupun pengendara. Tradisi ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS - Mendekati peringatan HUT Republik Indonesia pada 17 Agustus, pedagang telok abang marak di wilayah Palembang. Keberadaannya menjadi daya tarik tersendiri bagi pejalan kaki ataupun pengendara. Tradisi ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu.
Nurbaya (60), penjual telok abang (telur merah) sedang menjajakan dagangannya di pelataran festival telok abang di kawasan Kantor Wali Kota Palembang, Rabu (14/8/2019). Telok Abang dijual bersama dengan mainan gabus yang berbentuk sejumlah alat transportasi seperti kapal layar, pesawat terbang, kapal cepat, bus, dan mobil.
Telok abang beserta mainan dijual dengan harga Rp 50.000 per unit. Nurbaya mengatakan, dia telah menjual telok abang dan mainan gabus sejak usia masih 18 tahun. “Ini merupakan usaha turun-temurun bahkan sejak nenek saya,” katanya. Biasanya, dia mulai menjual telok abang sejak 2 Agustus-20 Agustus.
Tidak sulit untuk membuat telok abang yang berbahan dasar telur ayam. “Rebus telur ayam seperti biasa hingga matang, setelah itu lumuri kulit telur dengan pewarna makanan berwarna merah. Adapun untuk mainannya sendiri, dia pesan di salah satu sentra pembuatan mainan di kawasan Kertapati, Palembang.
Ini merupakan usaha turun-temurun bahkan sejak nenek saya
Nurbaya mengatakan, berdasarkan penuturan dari orangtuanya, telok abang merupakan simbol dari perjuangan para pejuang merebut kemerdekaan. “Merah artinya berani. Itulah sebabnya telok abang dijual mendekati hari ulang tahun Republik Indonesia,” katanya.
Makna tersendiri
Dalam satu kali penjualan, biasanya dia dapat menghabiskan sekitar 300 unit mainan beserta telok abang. Menurutnya, telok abang memiliki makna tersendiri bagi warga Palembang dan biasanya sangat disukai oleh anak-anak. Namun, berjulan telok abang juga sangat berisiko karena harus laku dalam waktu cepat. “Karena daya tahan dari telor itu hanya 3 hari,” kata Nurbaya.
Hal serupa juga dilakukan oleh Sani (27) yang menjual telok abang. Menurutnya, tidak sulit untuk membuat telok abang. Hanya saja, untuk dapat memesan mainan yang membutuhkan waktu cukup lama. “Kami memesan gabus berbentuk mainan sejak Januari lalu,” katanya.
Kami memesan gabus berbentuk mainan sejak Januari lalu
Dirinya harus memesan lebih cepat karena akan cepat habis dipesan. “Biasanya yang memesan adalah para penjual musiman itu sendiri,” kata Sani yang dalam kesehariannya bekerja sebagai tukang parkir. Sekarang ini selain terbuat dari gabus, mainan yang dijual bersamaan dengan telok abang juga terbuat dari berbagai bahan seperti kardus.
Sani menerangkan, mendekati 17 Agustus, banyak pedagang yang berjualan mainan dengan telok abang dan itu dimaklumi oleh pemerintah. “Setiap kami berjualan, tidak pernah diusir dengan satpol PP. Mereka sudah tau ini sudah jadi tradisi tiap tahun,” kata Sani.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengungkapkan telok abang membawa dirinya ke masa kecil. “Kalau memang asli warga Palembang pasti tidak asing dengan telok abang,” katanya. Keberadaannya tidak hanya membawa warga Palembang kembali ke masa kecil, tetapi juga menghidupkan perekonomian karena ini merupakan salah satu bentuk dari usaha kecil menengah.