Polres Jayapura Kota membebaskan 66 simpatisan United Liberation Movement for West Papua, salah satu organisasi pendukung Papua merdeka, pada Jumat (16/8/2019).
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Kepolisian Resor Jayapura Kota membebaskan 66 simpatisan United Liberation Movement for West Papua, salah satu organisasi pendukung Papua merdeka, pada Jumat (16/8/2019). Mereka ditangkap pada Kamis (15/8) karena terlibat unjuk rasa tanpa izin dari pihak kepolisian.
Dari pantauan di Markas Polres Jayapura Kota, pihak kepolisian membebaskan 66 simpatisan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) itu sekitar pukul 12.00 WIT. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk membebaskan mereka.
Kami menghentikan unjuk rasa mereka karena tidak sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.
Kepala Polres Jayapura Kota Ajun Komisaris Besar Gustav Urbinas, saat ditemui, mengatakan, pihaknya menangkap mereka saat menggelar unjuk rasa tanpa izin di tiga titik di Kota Jayapura, yakni di Waena, depan Universitas Cenderawasih, dan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, pada Kamis kemarin.
"Kami menghentikan unjuk rasa mereka karena tidak sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Mereka menyerukan penolakan keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengesahkan masuknya Papua ke NKRI," tutur Gustav.
Ia mengatakan, pihaknya belum dapat mengenakan pasal tentang makar terhadap 66 simpatisan ULMWP tersebut karena belum memiliki bukti yang cukup. "Kami sudah memeriksa dan mengambil keterangan dari para simpatisan. Apabila ada indikasi kuat keterlibatan, kami akan menangkapnya," kata Gustav.
Ia pun mengungkapkan, terdapat sejumlah perguruan tinggi yang dimanfaatkan oknum mahasiswa sebagai tempat aksi separatis sejak tahun 2015. "Dari pantauan kami sejak tahun 2015, terdapat tiga perguruan tinggi di Jayapura yang diduga menjadi pelaksanaan kegiatan separatis," papar Gustav.
Direktur LBH Papua Emanuel Gobay mengatakan, pihaknya menjadi kuasa hukum dari 66 pemuda tersebut. "Seharusnya mereka mendapatkan kebebasan untuk menyampaikan pendapat karena telah dijamin negara dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Mereka juga telah menyampaikan ke pihak kepolisian akan adanya aksi unjuk rasa pada 10 Agustus lalu," katanya.