Hadirkan Bendera Merah Putih hingga ke Tapal Batas
Namanya Luther Henuk (40). Sejak 1996, ia menggeluti usaha menjual bendera Merah Putih dan umbul-umbul setiap menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI. Tak hanya di Kota Kupang, ia juga menjual ke 23 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur hingga wilayah perbatasan RI-Timor Leste. Selain berbisnis, usaha itu juga memelihara semangat merayakan HUT RI.
Oleh
·3 menit baca
Namanya Luther Henuk (40). Sejak 1996, ia menggeluti usaha menjual bendera Merah Putih dan umbul-umbul setiap menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI. Tak hanya di Kota Kupang, ia juga menjual ke 23 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur hingga wilayah perbatasan RI-Timor Leste. Selain berbisnis, usaha itu juga memelihara semangat merayakan HUT RI.
Ditemui di tepi Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Kupang, Sabtu (3/8/2019), Luther sedang mengarahkan dua karyawannya. Sejumlah bendera Merah Putih dan umbul-umbul dipajang di tepi jalan tersebut.
Awalnya, tahun 1996, dua orang dari Bandung datang menjual bendera Merah Putih di Kupang. Luther bekerja untuk mereka dengan upah Rp 30.000 sehari. ”Saya mulai tertarik menjual bendera yang sama, lalu minta informasi dan bantuan mereka,” katanya.
Keduanya mengusulkan agar Luther menjual bendera di Timor Leste, yang saat itu masih Timor Timur. Saran itu diberikan karena tidak ada orang dari Bandung yang berani masuk ke sana. Suasana saat itu menjelang jajak pendapat, rawan gangguan keamanan. Menerima tawaran itu, ia membawa sekitar 5.000 lembar bendera ke Dili jelang 17 Agustus 1997.
Di Dili, bendera Merah Putih dijual di dekat Markas Polda Timor Timur, Polres Dili, dan Markas Korem Dili. Luther tak berani menjual di jalanan yang jauh dari aparat keamanan. Kelompok prokemerdekaan Timor Timur sangat anti terhadap segala hal pro-Indonesia.
Sekitar setahun menjelang jajak pendapat 30 Agustus 1999, Luther memilih pulang ke Kupang, tepatnya Mei 1998. Ia memilih menjual bendera Merah Putih di perbatasan RI- Timtim. Namun, suasana keamanan perbatasan saat itu juga mulai tidak kondusif sehingga ia memilih balik ke Kupang.
Meski demikian, ia telah membangun jaringan pemasaran bendera di Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, dan sejumlah kota kecamatan di perbatasan RI-Timor Leste. Sejak 1999 sampai hari ini, setiap jelang 17 Agustus, pada Mei-Juni, Luther menyuplai bendera ke wilayah perbatasan.
”Wilayah Belu, Malaka, dan Timor Tengah Utara paling banyak yang memesan bendera Merah Putih. Setiap kabupaten dikirim 100.000-200.000 bendera, belum termasuk ribuan umbul-umbul. Saya bangun jaringan penjualan ini demi NKRI. Lagi pula, semangat warga perbatasan memperlihatkan kecintaan mereka pada NKRI begitu luar biasa. Meski hidup serba terbatas, harus ada bendera Merah Putih,” tuturnya.
Bendera dan umbul-umbul pun dikirim ke kabupaten lain di NTT, seperti di Pulau Flores, Sumba, Alor, Rote, Sabu, dan Lembata. Ongkos kirim melalui pesawat Rp 25.700 per kilogram. Ia mengirim 20-30 kg atau 1.000-3.000 bendera, belum termasuk umbul-umbul.
Selain itu, ia juga mengirim melalui laut dengan kapal PT Pelni atau kapal feri. Di daerah-daerah ini, pengiriman mencapai 100.000 bendera, di luar umbul-umbul.
Meski permintaan tahunan tak meningkat tajam, setiap tahun ia datangkan 1-2 kontainer bendera dan umbul-umbul dari Bandung. Ia mengklaim pemasok tunggal bendera dan umbul-umbul di NTT.
Ongkos pengiriman satu kontainer dari Surabaya Rp 30 juta. Itu baru kontainernya. Ditambah biaya kain untuk bendera dan umbul-umbul, ongkos jahit, tenaga angkut, perajin di Bandung, hingga biaya masuk kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, untuk tiba di Kupang, total biayanya Rp 1,2 miliar per kontainer.
Di Kota Kupang, bendera dan umbul-umbul dijual di 30 tempat. Luther pun bisa mempekerjakan sekitar 100 orang. Agus Dethan (24), salah satu pengecer bendera dan umbul- umbul di Kelurahan Oesapa, Kota Kupang, mengaku untung Rp 5.000-Rp 20.000 per lembar.
”Kalau masyarakat sudah datang ke tempat ini, mereka butuh bendera. Memiliki bendera ini bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk bangsa dan negara. Jangan dijual dengan harga mahal,” katanya.
Pada saat NKRI sedang dirongrong paham-paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, animo masyarakat Kota Kupang untuk membeli pernak-pernik hari kemerdekaan RI kian tinggi dibandingkan 5-10 tahun lalu. Warga antusias menggelorakan kecintaan terhadap Tanah Air. Merdeka!
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.