Kalimantan Diusulkan Menjadi Pusat Energi Nasional
Kalimantan diusulkan menjadi pusat energi nasional, khususnya listrik, mengingat banyak sumber daya energi di tanah borneo. Hal itu diharapkan mampu mendorong kemandirian energi dan pertumbuhan ekonomi.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS - Kalimantan diusulkan menjadi pusat energi nasional, khususnya listrik, mengingat banyak sumber daya energi di tanah borneo. Hal itu diharapkan mampu mendorong kemandirian energi dan pertumbuhan ekonomi.
Hal itu disampaikan Gubernur Kalimantan Utara, Irianto Lambire, dalam tanggapannya di salah satu sesi konsultasi Badan Perencanaaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk regional Kalimantan dalam penyusunan Rancangan Awal Naskah Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (20/8/2019). Kegiatan itu akan berlangsung hingga Rabu.
Acara dihadiri Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara. Arah pembangunan nasional dalam lima tahun ke depan dibahas dalam agenda ini.
Penghasil energi
Irianto mengatakan, daerah di Kalimantan merupakan penghasil energi, mulai batu bara, kelapa sawit, minyak, gas, dan air. Hasil sumber daya alam itu diekspor, tetapi tidak semua masyarakat di Kalimantan menikmati energi listrik dengan laik, seperti di Mahakam Ulu dan Pulau Sebatik.
"Ini penting dan Kalimantan memenuhi syarat menjadi pusat energi nasional. Kita tahu dalam kehidupan modern ke depan dan saat ini, tanpa listrik kita tak bisa apa-apa," kata Irianto.
Kalimantan Utara sedang menyiapkan pembangunan pembangkit listrik tenaga air di Sungai Kayang Mentarang. Ini ditargetkan bisa menghasilkan 9.000 megawat. Itu diyakini akan menghidupakan industri dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Utara.
Hal serupa juga disampaikan Wakil Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan. Sumber daya alam yang bisa dijadikan sumber energi bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan di pulau Kalimantan sendiri. Ia berharap, arah pembangunan di Pulau Kalimantan bisa mendukung terwujudnya hal itu.
Hilirisasi SDA
Dalam paparannya, Bambang menjelaskan bahwa energi tidak terbarukan harus diantisipasi penggantinya dalam lima tahun ke depan di Kalimantan. Selama ini, sumber daya alam di Kalimantan, seperti batu bara dan minyak, merupakan energi yang akan habis jika dieksploitasi terus-menerus.
Energi tidak terbarukan harus diantisipasi penggantinya dalam lima tahun ke depan di Kalimantan. (Bambang Brodjonegoro)
Harga batu bara juga tergantung permintaan dunia dan cenderung menurun. Ia berharap, arah pembangunan di Kalimantan tidak hanya menjadi produsen barang mentah. Untuk itu, pembangunan di Kalimantan akan diarahkan kepada percepatan pertumbuhan, diversifikasi ekonomi, dan pelestarian alam.
Sebagai langkah awal, akan dibuat jalan yang menghubungkan berbagai wilayah di Kalimantan yang belum terhubung. Dari sana, diharapkan kegiatan ekonomi muncul dan mempermudah akses di Kalimantan. Selain itu, perluasan jangkauan listrik akan dilakukan di pulau Kalimantan dalam lima tahun ke depan.
Bambang mengatakan, pembangunan infrastruktur di Kalimantan harus tepat sasaran agar berdampak pada pertumbuhan ekonomi. "Pembangunan PLTA skala besar di Sungai Kayang Mentarang bukan supaya listriknya aman, tetapi yang lebih penting untuk menggerakkan ekonomi Kalimantan Utara, karena kawasan Industri di Kalimantan Utara tidak bisa menampung rencana pembangunan industri aluminium kalau tidak ada PLTA skala besar," kata Bambang.
Ia mengatakan, wilayah Kalimantan juga didorong agar menjadi satu kesatuan wilayah perekonomian. Hal itu diwujudkan dengan bertumpu pada industrialisasi yang berbasis hilirisasi sumber daya alam (SDA). Maksudnya, SDA di Kalimantan diolah dari hulu hingga hilir di Kalimantan.
"Untuk itu, Kalimantan perlu investasi hilirisasi SDA. Lima tahun ke depan, pilihan untuk maju adalah investasi, tidak bisa mengandalkan konsumsi ataupun ekspor. Ke depan, akan lebih banyak dibutuhkan Kawasan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus," ujar Bambang.
Hal itu diharapkan mampu mendorong target pembangunan nasional tahun 2020-2024, antara lain pertumbuhan ekonomi 5,4-6 persen; menurunnya tingkat kemiskinan menjadi 6,5-7 persen; penurunan tingkat pengangguran terbuka antara 4,0-4,6 persen, dan penurunan rasio gini 0,370-0,374 persen.