Bangun Kebersamaan dengan Mahasiswa Papua di Malang
Kebersamaan antara mahasiswa Papua yang menuntut ilmu di Kota Malang, Jawa Timur dengan warga setempat perlu terus dipupuk. Saling bertukar pemahaman akan kebudayaan masing-masing mesti diintensifkan sehingga tercipta sinergi yang baik.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS - Kebersamaan antara mahasiswa Papua yang menuntut ilmu di Kota Malang, Jawa Timur dengan warga setempat perlu terus dipupuk. Saling bertukar pemahaman akan kebudayaan masing-masing mesti diintensifkan sehingga tercipta sinergi yang baik.
Hal itu dikatakan Kepala Bidang Penanganan Kejahatan Transnasional pada Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Luar Biasa, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Brigadir Jenderal (Pol) Erwin Chahara Rusmana, Rabu (21/8/2019) malam di Malang, Jawa Timur.
Erwin mengatakan hal itu pada acara diskusi dengan Wali Kota Malang Sutiaji, Kepala Polres Malang Ajun Komisaris Besar Asfuri, dan sejumlah awak media. Kegiatan ini dilakukan menyikapi maraknya unjuk rasa di beberapa titik di Papua dalam beberapa hari terakhir, serta unjuk rasa sebelumnya oleh Aliansi Mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya.
“Kolaborasi mahasiswa Papua dan seluruh Indonesia dengan bentuk kegiatan positif. Percepat pengenalan budaya, bagaimana karakteristik orang Papua supaya bisa kolaborasi. Masing-masing pasti punya kelebihan. Bawa suasana pada suasana Arema yang familiar, orang Arema yang terbuka, orang Arema yang bahu-membahu,” ujarnya.
Jumlah mahasiswa asal Papua di Malang diperkirakan sebanyak 1.100 orang. Mereka tinggal indekost. Mahasiswa yang indekost, menurut Erwin, biasanya butuh perhatian hingga mentor yang bisa memberikan masukan soal kegiatan studi. Di situlah kebersamaan dengan masyarakat sekitar dibutuhkan. Kebersamaan bisa mengurangi beban yang ditanggung.
Dengan kebersamaan, termasuk juga oleh petugas Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) plus kekuatan media, maka isu-isu hoaks dengan sendirinya akan terkikis.
“Permasalahan utama dalam masalah ini karena pengaruh hoaks. Kecepatan hoaks dan kecepatan media untuk antisipasi kurang berimbang. Karena itu, perlu kerja keras mulai dari pusat sampai daerah untuk berkolaborasi,” katanya.
Erwin juga menyinggung dialog antara mahasiswa Papua dengan masyarakat perlu terus digalang, tidak hanya temporer. Erwin mencontohkan, dulu di Malang ada suatu sistem di kepolisian yang membuat komunikasi antarmahasiaswa, mahasiswa dengan aparat, dan pemerintah daerah. Wadah itu perlu digiatkan lagi secara rutin.
Sementara itu Sutiaji akan mengumpulkan para ketua RT/RTW dan perguruan tinggi pada 26 Agustus besok dengan materi dialog kebangsaan. “Tanggal 26 Agustus ini kami kumpulkan mereka agar bisa saling jaga. Selama ini tidak ada gesekan. Yang kemarin terjadi (ricuh saat demontrasi AMP) adalah miss (kesalahpahaman). Konflik sosial tidak pernah terjadi,” katanya.
Menurut Sutiaji pihaknya ingin membangun kesepahaman. Pihaknya ingin memberikan informasi yang sesungguhnya kepada masyarakat bahwa suasana di Malang kondusif, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Ini juga sekaligus untuk menepis hoaks yang menyatakan seakan-akan kondisi Malang mencekam. Proses belajar mahasiswa juga tidak ada kendala. “Kami juga minta kepada perguruan tinggi untuk menghadirkan beberapa teman dari Papua dan daerah lain di luar kita membangun kebinekaan. Bahwa Malang rumah bersama,” katanya.