Kearifan Lokal Kendalikan Nyamuk sebagai Vektor Penyakit
Rekayasa lingkungan dan perubahan perilaku hidup menjadi dua hal paling efektif dalam pengendalian nyamuk sebagai salah satu vektor penyakit. Pengendalian juga bisa dilakukan dengan berbagai ragam kearifan lokal Indonesia.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Rekayasa lingkungan dan perubahan perilaku hidup menjadi dua hal paling efektif dalam pengendalian nyamuk sebagai salah satu vektor penyakit. Pengendalian juga bisa dilakukan dengan berbagai ragam kearifan lokal Indonesia.
Hal itu mengemuka dalam peringatan Hari Pengendalian Nyamuk (HPN) di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (22/8/2019). Menteri Kesehatan Nila Moeloek, mengatakan, salah satu bentuk kearifan lokal yakni dengan menempatkan kandang hewan besar jauh dari pemukiman.
"Kearifan lokal lainnya yakni dengan tanaman pengusir nyamuk, seperti lengkuas, kunyit putih, zodia hijau, dan zodia kuning, rosemary, dan cengkih. Ada setidaknya 25 tanaman pengusir nyamuk," ujar Nila dalam sambutan yang dibacakan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Anung Sugihantono.
Pengendalian dengan kearifan lokal juga dapat melalui penebaran ikan pemangsa jentik pada tempat-tempat yang tak memungkinkan pengurasan air. Ikan seperti cupang, kepala timah, dan mujair menjadi pengendali vektor alternatif guna menekan potensi gigitan nyamuk.
Sejumlah penyakit tular dengan vektor nyamuk di Indonesia, antara lain demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan filariasis (kaki gajah). Khusus demam berdarah, nyamuk yang telah dikenali sebagai vektor penyebaran penyakit itu adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Data Kemenkes menunjukkan, secara nasional, incidence rate (IR) DBD pada 2018 yakni 25/100.000 penduduk. Angka ini menurun dibandingkan data 2016 dan 2017. Namun , pada 2018, jumlah kasus yang dilaporkan mencapai 65.602 orang, dengan jumlah kematian 467.
Sementara itu, penderita malaria yang dilaporkan pada 2018 sebanyak 222.085 orang. Empat provinsi dengan kejadian parasit tahunan (API) tertinggi yaitu Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku, yang menyumbang 70 persen kasus malaria di Indonesia.
Empat provinsi dengan kejadian parasit tahunan (API) tertinggi yaitu Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku, yang menyumbang 70 persen kasus malaria di Indonesia.
Pelibatan masyarakat
Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonoti Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan, HPN diperingati setiap tahun karena tular vektor, khususnya nyamuk, masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Dia mendorong peran masyarakat dalam pengendalian vektor.
Keberhasilan yang perlu diangkat yakni Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (juru pemantau jentik) di Semarang. "Ini berkontribusi terhadap pengendalian DBD di Kota Semarang. Perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini ialah investasi SDM di masa mendatang," ujar Siti.
Wakil Rektor III Universitas Diponegoro, Darsono, menuturkan, penggunaan teknologi memiliki peran penting untuk pengendalian vektor penyakit. Ia mencontohkan, penggunaan aplikasi untuk menentukan lokasi terdeteksinya penyakit-penyakit berbasis vektor.
Ia pun berharap, seminar yang juga digelar pada HPN 2019 dapat menjadi inspirasi akan peningkatan wawasan dan pengetahuan tentang pengendalian vektor penyakit. "Serta, dapat menjadi rujukan dalam penyusunan kebijakan yang berbasis IT (teknologi informasi)," ujarnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengemukakan, kunci untuk terus menekan jumlah kasus penyakit berbasis vektor yakni gerakan masyarakat. Tingkat kepedulian masyarakat harus selalu ditingkatkan, meskipun selama ini, hal itu berkolerasi dengan tingkat pendidikan serta ekonomi masyarakat.