Badan Penanggulanan Bencana Daerah Provisi Jawa Timur mencari titik pembuatan sumur bor untuk mengantisipasi kekeringan yang terus berulang. Pembuatan sumur bor merupakan solusi jangka panjang agar warga tidak kesulitan mendapatkan air bersih saat musim kemarau.
Oleh
IQBAL BASYARI/AGNES SWETTA PANDIA
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Badan Penanggulanan Bencana Daerah Provisi Jawa Timur mencari titik pembuatan sumur bor untuk mengantisipasi kekeringan yang terus berulang. Pembuatan sumur bor merupakan solusi jangka panjang agar warga tidak kesulitan mendapatkan air bersih saat musim kemarau.
Data DPBD Jatim mencatat, ada 28 kabupaten/kota yang mengalami kekeringan. Dari jumlah tersebut, 24 di antaranya masuk kategori kekeringan kritis. “Yang menetapkan status siaga darurat kekeringan ada 15 daerah. Dengan penetapan status ini, Pemprov Jatim bisa memberikan bantuan ke daerah tersebut,” kata Kepala Pelaksana BPBD Jatim Subhan Wahyudiono, Kamis (22/8/2019) di Surabaya.
“Kami memetakan lokasi-lokasi yang bisa dilakukan pengeboran karena tidak mudah mencari titik sumber air. Diperlukan bantuan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencari lokasi yang sesuai,” kata Subhan.
Kekeringan kritis terjadi ketika suplai air kurang dari 10 liter per orang tiap hari dan jarak pengambilan air lebih dari tiga kilometer dari rumah. Kekeringan kritis itu melanda 556 desa di 180 kecamatan yang ada di 24 daerah. Dalam kondisi normal, kebutuhan air sebanyak 50 liter per orang setiap hari.
Subhan mengatakan, selama ini penanganan kekeringan dilakukan melalui pengiriman air bersih menggunakan truk. Pihaknya saat ini masih melakukan pembuatan sumur bor, embung, dan pemipaan sebagai solusi jangka panjang mengatasi kekeringan.
“Kami memetakan lokasi-lokasi yang bisa dilakukan pengeboran karena tidak mudah mencari titik sumber air. Diperlukan bantuan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencari lokasi yang sesuai,” katanya.
Beberapa lokasi di Sampang, misalnya, sudah dilakukan pengeboran hingga kedalaman 70 meter, namun masih belum menemukan sumber air. Oleh sebab itu, penentuan titik pengeboran harus melibatkan Dinas ESDM karena diperlukan metode geolistrik untuk menentukan lokasi yang memiliki sumber air.
Waki Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, pola penanganan dampak bencana kekeringan di Jatim dilakukan dengan sistem sinergi antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi. Selain itu masyarakat juga diharapkan ikut bergerak dalam penanggulangan krisis air.
“Kekeringan setiap tahun pasti terjadi, sehingga Pemprov Jatim sudah memiliki satu sistem dimana kabupaten/ kota diharapkan menganggarkan biaya untuk mengantisipasi kekeringan, meski kami sudah menganggarkan untuk mengantisipasi kekeringan," katanya.
Sinergi antara Pemda dan Pemprov Jatim, kata Emil, juga harus didukung dengan pola konsumsi air di masyarakat yang terdampak kekeringan. Masyarakat harus ikut berusaha dalam proses penyediaan air bersih sehingga tidak seluruh penanggulangan dibebankan ke pemerintah provinsi karena anggaran untuk penanganan kekeringan juga terbatas.
Kontribusi warga menanggulangi kekeringan bisa seperti yang pernah dilakukan warga Desa Prambon, Kabupaten Trenggalek, dengan bergotong royong mencari air bersih. Warga menyumbangkan kendaraan untuk mengambil air bersih sehingga biaya operasional bisa lebih murah.