Produksi Ayam Broiler di Kalsel Segera Dikendalikan
Kegelisahan peternak ayam broiler di Kalimantan Selatan belum berakhir menyusul anjloknya harga broiler di tingkat peternak. Untuk mengatasi persoalan itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan segera membentuk tim pengawasan dan pengendalian produksi maupun distribusi broiler.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS — Kegelisahan peternak ayam broiler di Kalimantan Selatan belum berakhir menyusul anjloknya harga broiler di tingkat peternak. Untuk mengatasi persoalan itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan segera membentuk tim pengawasan dan pengendalian produksi ataupun distribusi broiler.
Penurunan harga ayam broiler di tingkat peternak sudah terjadi sejak awal tahun ini dan memuncak pasca-Lebaran. Harga ayam di tingkat peternak saat ini hanya Rp 10.000 per kilogram. Harga itu jauh di bawah harga pokok produksi yang mencapai Rp 19.000 hingga Rp 21.500 per kg.
Pelaksana Harian Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalsel Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, penurunan harga terjadi akibat kelebihan stok (overstock) produksi ayam broiler sekitar 50.000 ekor per hari. Saat ini, serapan pasar sekitar 170.000 sampai 200.000 ekor per hari.
Penurunan harga terjadi akibat kelebihan stok (overstock) produksi ayam broiler sekitar 50.000 ekor per hari.
”Overstock terjadi karena tidak terkontrolnya produksi day old chicken (DOC) atau ayam berumur satu hari. Ini harus segera dikendalikan untuk meredakan kegelisahan peternak,” kata Hanif di Banjarbaru, Jumat (23/8/2019).
Menurut Hanif, pemerintah harus mengambil langkah cepat dan tepat untuk mengatasi penurunan harga ayam broiler di tingkat peternak saat ini. ”Dalam waktu segera, mungkin minggu depan, kami akan membentuk tim pengawasan dan pengendalian produksi ataupun distribusi DOC dan broiler,” ujarnya.
Pengawasan dan pengendalian akan dilakukan sesuai Peraturan Gubernur Kalsel Nomor 068 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Usaha Peternakan Broiler serta Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak di Provinsi Kalsel.
Sesuai dengan pergub tersebut, akan dilakukan pembatasan produksi DOC pada perusahaan penetasan unggas. Perusahaan hanya boleh memelihara DOC untuk kepentingan bisnis sendiri maksimal 30 persen dari total produksi. Selebihnya atau sekitar 70 persen harus untuk peternak eksternal, mandiri, dan kemitraan.
Perusahaan hanya boleh memelihara DOC untuk kepentingan bisnis sendiri maksimal 30 persen dari total produksi. Selebihnya atau sekitar 70 persen harus untuk peternak eksternal, mandiri, dan kemitraan. (Hanif Faisol Nurofig)
”Perusahaan DOC tidak boleh membuat peternakan sendiri yang terkoneksi langsung dengan perusahaan karena mereka sudah mendapat keuntungan dari penjualan DOC,” kata Hanif, yang juga Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel.
Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalsel juga akan terus melakukan koordinasi intensif dengan dinas kabupaten/kota yang menangani peternakan unggas untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam menangani penurunan harga ayam broiler.
Ketua Harian Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia Rudhi Budhi Hartono mengatakan, penurunan harga ayam saat ini tergolong kejadian yang luar biasa. ”Kami sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi tanpa ada kebijakan dari pemerintah,” katanya.
Menurut Rudhi, peternak ayam di Kalsel sudah berupaya mengendalikan produksi agar tidak berlebihan. Hal itu mengingat pasar ayam kini terbatas di Kalsel. Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur yang dulu menjadi tujuan pasar sudah berubah menjadi sentra baru produksi ayam broiler.
”Kami berharap Pergub Kalsel bisa diimplementasikan untuk melindungi peternak di Kalsel yang berjumlah sekitar 1.200 orang. Sebab, untuk saat ini, bisnis unggas sangat tidak rasional. Dengan bantuan pemerintah, kami berharap bisnis ini bisa rasional,” tuturnya.