Tak Cukup Cerdas, Mahasiswa Mesti Berwawasan Kebangsaan
Mahasiswa didorong tidak sekadar memiliki kecerdasan intelektual, tetapi juga karakter dan wawasan kebangsaan yang utuh. Hal ini penting karena 20-30 tahun lagi, mereka yang akan menjadi pemimpin bangsa.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Mahasiswa didorong tidak sekadar memiliki kecerdasan intelektual, tetapi juga karakter dan wawasan kebangsaan yang utuh. Hal ini penting karena 20-30 tahun lagi, mereka yang akan menjadi pemimpin bangsa.
Hal itu disampaikan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di hadapan 5.000 mahasiswa baru Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Sabtu (24/8/2019). Ia memberikan kuliah umum dengan tema ”Bela Negara dan Deradikalisasi”.
Kuliah umum ini menjadi bekal sebelum mahasiswa baru memulai kuliah di Universitas Brawijaya. ”Tugas mahasiswa belajar. Kuliah dengan benar karena 20-30 tahun ke depan kalian yang punya republik ini. Tantangan ke depan lebih berat dari sekarang,” ujarnya.
Hadir pada kesempatan ini, antara lain, Panglima Komando Daerah Militer V Brawijaya Mayor Jenderal TNI R Wisnoe Prasetja, Panglima Divisi Infanteri (Pangdiv) 2 Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Brigadir Jenderal (TNI) Tri Yuniarto, serta Rektor Universitas Brawijaya Nuhfil Hanani AR beserta jajaran.
Bangsa harus punya karakter dan hal ini harus dipahami benar oleh semua pihak, termasuk mahasiswa.
Menurut Ryamizard, intelektual hanya faktor pendukung. Yang lebih penting bagi pemimpin adalah wawasan kebangsaan dan karakter. Bangsa harus punya karakter dan hal ini harus dipahami benar oleh semua pihak, termasuk mahasiswa.
Indonesia merupakan negara besar. Jumlah penduduk yang mencapai 269 juta jiwa menjadi modal sekaligus kekuatan dahsyat bagi bangsa sehingga tidak ada kekuatan yang bisa mengganggu persatuan dan kesatuan.
Menurut Ryamizard, ada sejumlah ancaman nyata yang dihadapi bangsa, antara lain terorisme, pemberontakan, bencana alam, narkoba, hingga kejahatan siber. Untuk itu, butuh peran nyata seluruh rakyat guna melawan ancaman, tidak bisa hanya diserahkan kepada TNI dan Polri.
Saat disinggung soal pendidikan bela negara kerja sama Kementerian Pertahanan dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Ryamizard membenarkan bahwa nantinya semua perguruan tinggi di Indonesia akan menerapkan hal itu.
”Ujung-ujungnya Pancasila. Pancasila perekat bangsa. Maka itu, mahasiswa calon pemimpin harus tahu,” ujarnya.
Menurut dia, ketahanan ideologi penting. Pancasila bukan sekadar ideologi, melainkan juga pemersatu dan perekat bangsa. Hilangnya Pancasila akan menjadi kehancuran bagi bangsa Indonesia.
Pancasila bukan sekadar ideologi, melainkan juga pemersatu dan perekat bangsa. Hilangnya Pancasila akan menjadi kehancuran bagi bangsa Indonesia.
Nuhfil Hanani mengatakan, kepedulian Universitas Brawijaya dalam mengatasi persoalan radikalisme dilakukan dengan mengirim mahasiswa baru mengikuti program bela negara selama beberapa hari di Divif 2 Kostrad.
”MoU (nota kesepahaman) ditindaklanjuti dengan kegiatan kemahasiswaan untuk bela negara. Ada mahasiswa yang dilibatkan di sana,” ucapnya.
Menurut rencana, pelaksanaan kegiatan berlangsung tiga hari dan melibatkan 3.000 mahasiswa. ”Insya Allah, tahun ini untuk angkatan pertama sekitar 3.000 mahasiswa. Dengan adanya MoU, nanti para dekan bisa menindaklanjuti sendiri-sendiri. Mereka kini sudah punya payung,” tutur Wakil Rektor III Universitas Brawijaya Abdul Hakim.
Terkait kasus rasisme terhadap warga Papua, Ryamizard menegaskan, siapa saja yang berbuat salah, entah itu tentara, polisi, ataupun warga sipil, harus dihukum karena Indonesia merupakan negara hukum.
”Apa pun yang namanya, seperti yang disampaikan itu, memancing-mancing (tindakan provokatif) harus ada hukumannya. Tidak ada orang bebas di sini. Ini negara hukum,” ujarnya. Ia melanjutkan, situasi terkini di Papua sudah reda.
Selain kuliah, dilaksanakan pula penandatanganan MoU antara Kementerian Pertahanan dan Universitas Brawijaya soal Tri Dharma Perguruan Tinggi, dilanjutkan MoU antara Pangdiv 2 Kostrad dengan 15 dekan fakultas di Universitas Brawijaya.