Festival Bukit Jatiwayang Gugah Kesadaran Warga Perbukitan
Terdiri dari wilayah dataran dan perbukitan, Kota Semarang, Jawa Tengah tak terlepas dari potensi bencana longsor. Warga pun didorong untuk menyadari potensi tersebut, salah satunya lewat kegiatan Festival Bukit Jatiwayang 2019, di Kelurahan Ngemplak Simongan, Semarang Barat.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Terdiri dari wilayah dataran dan perbukitan, Kota Semarang, Jawa Tengah tak terlepas dari potensi bencana longsor. Warga pun didorong untuk menyadari potensi tersebut, salah satunya lewat kegiatan Festival Bukit Jatiwayang 2019, di Kelurahan Ngemplak Simongan, Semarang Barat, Kota Semarang.
Festival Bukit Jatiwayang, dengan tajuk "Arus Bukit" digelar Komunitas Hysteria bersama warga Kampung Jatiwayang, Ngemplak Simongan. Di wilayah perbukitan tersebut, sejumlah kegiatan kesenian seperti mural, instalasi seni, hingga aksi pertunjukan. Ini merupakan tahun kedua kegiatan tersebut diselenggarakan.
Manajer Ruang Hysteria, Oktavia Bagus Prakoso, Minggu (25/8/2019), mengatakan, kawasan bukit perlu diperhatikan, terutama ketika erosi sudah menjorok ke kawasan permukiman. "Karena itu, lebih baik mencegah ketimbang baru bergerak setelah ada kejadian. Salah satunya dengan penghijauan," katanya.
Bagus menambahkan, meskipun banyak komunitas di Kota Semarang, masih minim yang bergerak melalui isu-isu lokal, termasuk terkait permasalahan lingkungan di kawasan perbukitan. Melalui Festival Bukit Jatiwayang, kesadaran masyarakat akan lingkungan perbukitan diharapkan terus meningkat.
Melalui Festival Bukit Jatiwayang, kesadaran masyarakat akan lingkungan perbukitan diharapkan terus meningkat.
Salah seorang tokoh masyarakat di Kampung Jatiwayang, Sukarlan (60), menuturkan, wilayahnya merupakan tempat relokasi warga dari dataran rendah, pada 1970an. "Saat ini, kondisi jalan baik dan aman dilalui. Namun, kami selalu berusaha agar lingkungan ini terjaga, demi keamanan kita sendiri," katanya.
Simbol kebersamaan
Ketua Panitia Festival Bukit Jatiwayang 2019, Istiqbalul Fitriya mengatakan, kegiatan tersebut menjadi ruang interaksi dan simbol kebersamaan warga. Selain itu, juga menjadi ruang kreatif bagi para seniman serta warga Kampung Jatiwayang secara keselurhan.
"Jika even sebelumnya semata kesenian, sekarang kami perluas dengan makna kebudayaan. Kami lakukan itu dengan menggelar berbagai kegiatan berbau edukasi, ritual, forum, bazar buku hingga kuliner," ucap Istiqbalul.
Istiqbalul menambahkan, Festival Bukit Jatiwayang 2019 didukung Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dukungan tersebut juga merupakan realisasi dari program Ekspresi "Seniman Jalanan".
Pada kegiatan yang berlangsung sejak 3 Agustus 2019 itu, sebanyak 23 seniman visual dan 24 seniman pertunjukan terlibat. Selain dari Semarang, mereka juga berasal dari Banjarmasin, Lombok, Mataram, Bogor, Surakarta, Surabaya, Malang, Bandung, Rembang, dan lainnya.
Debanyak 23 seniman visual dan 24 seniman pertunjukan terlibat.
Melalui kegiatan tersebut, diharapkan bukit-bukit diberdayakan kembali. “Pada kegiatan ini, seniman membaur dengan warga. Dari aktivitas live-in ini, diharapkan karya mereka akan dekat dengan masyarakat dan bisa memberi kontribusi terutama kampung," ujar Istiqbalul.
Jalil Sastro (26) warga Ngemplak Simongan, menuturkan, Festival Bukit Jatiwayang membuat ia dan warga lainnya lebih mengerti tentang grafiti (seni coretan pada dinding). Dengan demikian, penyaluran hasrat mencorat-coret tembok dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat.