Operasi hari kedua pencarian 9 penumpang kapal tenggelam di perairan Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah, dan Kepulauan Sula, Maluku Utara, belum membuahkan hasil. Jejak kapal sulit dideteksi karena tak dilengkapi peralatan standar kedaduratan.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS - Operasi hari kedua pencarian 9 penumpang kapal tenggelam di perairan Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah, dan Kepulauan Sula, Maluku Utara, belum membuahkan hasil. Jejak kapal sulit dideteksi karena tak dilengkapi peralatan standar kedaduratan.
Pencarian pada Minggu (25/8/2019) melibatkan KN Bhisma untuk observasi perairan dan perahu nelayan setempat untuk menyusuri pulau-pulau sekitar. "Pencarian masih nihil hasil, baik dengan KN Bhisma pun tim penyisiran pulau," ujar Kepala Badan Search and Rescue Nasional Kantor Pencarian dan Pertolongan Palu, Sulteng, Basrano, Minggu.
Pencarian 9 penumpang KM Garuda Jaya tersebut memasuki hari kedua setelah operasi pencarian dilakukan mulai pada Sabtu (24/8/2019). Kapal Motor Garuda Jaya tenggelam di antara perairan Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah dengan perairan Kepulauan Sula, Maluku Utara. Kecelakaan diawali dengan kebocoran pada badan kapal. Air laut masuk cukup cepat sehingga membuat kapal cepat tenggelam.
KM Garuda Jaya yang mengangkut 14 penumpang, termasuk anak buah kapal, bertolak dari Pelabuhan Luwuk, Kabupaten Banggai, menuju Taliabu, Maluku Utara, pada Kamis (22/8/2019). Kapal berbobot 22 gros ton tersebut sedianya tiba di pelabuhan tujuan pada Jumat (23/7/2019).
Kapal mengangkut 14 penumpang dan anak buah kapal. Lima korban di antaranya selamat menggunakan pelampung berenang ke Pulau Sonit, Maluku Utara. Mereka awalnya bersama-sama dengan penumpang lain meninggalkan kapal, tetapi berpisah saat menyelamatkan diri. Kelimanya adalah Ali Sadi (nakhoda), Kasman, Ali Kois, Bobi, dan Ali Tama.
Tanpa alat kedaruratan
Tim pencarian beroperasi hingga lima hari ke depan sesuai dengan standar regulasi. Operasi bisa diperpanjang tiga hari berdasarkan kondisi di lokasi pencarian. Tim terdiri dari anggota Pos SAR Luwuk, Kabupaten Banggai, TNI/Polri, dan nelayan.
Basrano menyatakan tim sulit melacak jejak kapal karena tak dilengkapi dengan peralatan standar emergensi, seperti Emergency Position Indicating Radio Beacon (EPIRB). Alat itu berfungsi sebagai petunjuk untuk keadaan darurat sekaligus untuk mengetahui keberadaan kapal.
Terkait kondisi gelombang, prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Mutiara Palu, Sulteng, Ambinara R Putri menuturkan untuk seminggu ke depan, perairan Kepulauan Sula dan Banggai Kepulauan diperkirakan dilanda gelombang yang relatif sedang. Kisarannya 1,5 meter-2,5 meter.