Masyarakat Tagih Kebijakan Penyelamatan Naskah Kuno
Masyarakat di Jambi meminta kebijakan penyelamatan naskah kuno dapat segera direalisasikan. Tanpa adanya gerakan cepat, kekayaan warisan budaya itu dapat punah tanpa disadari.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS—Masyarakat di Jambi meminta kebijakan penyelamatan naskah kuno dapat segera direalisasikan. Tanpa adanya gerakan cepat, kekayaan warisan budaya itu dapat punah tanpa disadari.
Pegiat budaya asal Kerinci, Bopi Cassia, mengatakan sebagian besar masyarakat di Kerinci semakin menyadari pentingnya menyelamatkan naskah-naskah kuno tersisa. Masyarakat mulai terbuka menyerahkan warisan yang mereka miliki kepada pemerintah demi tujuan pelestarian.
“Tetapi, adakah jaminannya bahwa setelah kami serahkan (naskah kuno), pemerintah akan serius merawatnya?” ujarnya, dalam seminar bertajuk Pelestarian Naskah Kuno di Jambi menjadi Memori Dunia, di Kantor Bahasa Jambi, Senin (26/8/2019).
Masyarakat berharap jika diserahkan kepada pemerintah, naskah-naskah itu dapat dilestarikan secara memadai. Naskah-naskah kuno yang dimiliki Kerinci diketahui telah berusia ratusan tahun. Bahkan naskah dari Desa Tanjung Tanah di Kerinci yang kemudian disebut Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah, berusia lebih dari 600 tahun.
Uli Kozok dari Universitas Hawaii, salah satu pembicara, menyebutkan naskah-naskah kuno itu terancam rusak. Meskipun hidup tradisi penyimpanan tradisional di atas loteng rumah, itu belumlah cukup. Naskah dapat setiap saat habis misalnya karena terjadi kebakaran.
Sebagai bentuk antisipasi, memang perlu adanya kebijakan pelestarian. Di negara-negara Barat, telah berkembang perawatan lewat fumigasi. Cara ini dapat diterapkan di Jambi, namun tentunya membutuhkan biaya dan sumber daya manusia.
Pendataan
Uli pun mendorong agar tumbuh gerakan dari para pihak untuk mendata naskah kuno yang tersebar di Jambi. Naskah-naskah itu perlu didokumentasikan karena ke depan bermanfaat sebagai bahan penelitian dan pengetahuan.
Dalam penelitiannya di Kerinci tahun 2002 lalu, Uli mengakui besarnya tantangan untuk mendokumentasikan naskah kuno yang tersimpan pada loteng rumah adat di Desa Tanjung Tanah. Untuk menjalankan penelitian, naskah-naskah dari kulit kayu harus diturunkan dari atas loteng lewat ritual adat. Penelitian sempat ditunda karena dianggap belum terpenuhinya syarat adat.
Narasumber lainnya, Wahyu Andhifani, peneliti aksara incung Kerinci dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan, mengatakan jika serius memulai pelestarian, semua pihak agar dilibatkan. Aturan adat jangan dijadikan batu sandungan.
Aturan adat jangan dijadikan batu sandungan. (Wahyu Andhifani)
Kepala Kantor Bahasa, Syaiful, menambahkan bila warisan itu tidak diselamatkan sekarang, dunia akan kehilangan jejaknya. Seminar dan diskusi diharapkan menjadi pintu masuk dimulainya pelestarian. “Harapannya, pemerintah bisa segera bekerja sama dengan masyarakat, untuk bersama-sama merawat,” katanya.
Seminar Pelestarian Naskah Kuno di Jambi terselenggara atas kerjasama Harian Kompas, Universitas Jambi, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi, Kantor Bahasa Jambi, Seloko Institute, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jambi, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Jambi, dan Dinas Pendidikan Provinsi Jambi. Rangkaian kegiatan ini diharapkan membawa hasil kebijakan dan gerakan pelestarian manuskrip kuno yang masih tersisa di Jambi.