Perlindungan terhadap satwa kunci orangutan sumatera (Pongo abelii) masih lemah. Perburuan untuk perdagangan satwa dan perusakan habitat untuk pembangunan infrastruktur masif terjadi. Manusia belum hidup berdampingan dengan satwa.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Perlindungan terhadap satwa kunci orangutan sumatera (Pongo abelii) masih lemah. Perburuan untuk perdagangan satwa dan perusakan habitat demi pembangunan infrastruktur masif terjadi. Manusia belum hidup berdampingan dengan satwa.
Manager WWF Indonesia Northern Sumatera Landscape Dede Suhendra, Senin (26/8/2019), menuturkan, rendahnya kepedulian terhadap orangutan terlihat dari beberapa kasus yang terjadi di Aceh. Ia mengatakan, jika terus diburu dan diusir dari habitatnya, suatu saat orangutan akan punah.
”Orangutan satwa penting karena sebagai penyebar benih alami. Jika orangutan punah, hutan akan hilang karena tidak ada penyebar benih,” ujar Dede.
Ia menambahkan, kasus penembakan terhadap Hope, orangutan betina di Subulussalam pada Maret 2019, menunjukkan orangutan kian terancam. Hope ditembak dengan peluru senapan angin. Sebanyak 74 peluru bersarang di tubuhnya.
Hope kini dirawat di Pusat Karantina Orangutan Sibolangit, Sumatera Utara. Pelaku yang masih dibawah umur dijatuhi sanksi adat, yakni wajib azan sebulan di masjid.
Pada Minggu, 25 Agustus 2019, beberapa komunitas di Banda Aceh memperingati Hari Orangutan Sedunia. Mereka mengampanyekan perlindungan terhadap orangutan. Anak-anak dan pelukis menggambar diorama Hope. Kampanye kepada generasi muda dilakukan untuk menanam kepedulian terhadap satwa.
Terancam
Dede menambahkan, kondisi orangutan sumatera kini kian terancam dengan adanya rencana pembangunan infrastruktur di habitat satwa. Ia mencontohkan, rencana pembangunan pembangkit listrik di Tapanuli, Sumatera Utara, dan pembangkit listrik di kawasan Leuser, Gayo Lues, Aceh, mengancam kehidupan satwa.
Padahal, lanjut Dede, keanekaragaman hayati dan kelestarian lingkungan adalah dasar dari pembangunan sosial-ekonomi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam Aceh Sapto Aji Prabowo mengatakan, saat ini jumlah orangutan sumatera tersisa sebanyak 13.000 dan 80 persen di antaranya berada di Aceh. ”Ini harusnya menjadi sebuah kebanggaan Aceh, sekaligus tantangan bagi Aceh untuk melindunginya,” ucapnya.
Sapto mengatakan, Aceh merupakan habitat utama orangutan sumatera. Namun, alih fungsi hutan menjadi kawasan budidaya membuat orangutan terusir dari rumahnya. Tidak sedikit orangutan terkurung di dalam perkebunan sawit.
Aceh merupakan habitat utama orangutan sumatera. Namun, alih fungsi hutan menjadi kawasan budidaya membuat orangutan terusir dari rumahnya.
Sapto mencontohkan, habitat orangutan di kawasan gambut Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya, kini telah berubah menjadi perkebunan sawit. Pada 1990, jumlah orangutan di kawasan itu tercatat mencapai 3.000 ekor, tetapi pada 2018 atau 28 tahun kemudian jumlah yang tersisa tinggal 150 ekor.
”Beberapa tahun ke depan barangkali musnah,” kata Sapto.
Indonesia adalah satu-satunya negara yang menjadi rumah bagi tiga spesies orangutan di dunia, yakni orangutan sumatera, orangutan kalimantan, dan orangutan tapanuli. Saat ini, ketiga spesies tersebut berstatus kritis dalam daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam atau International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Dalam Strategi Rencana Aksi Konservasi Orangutan 2019-2029, disebutkan populasi orangutan kalimantan tersisa 45.590 individu, orangutan sumatera tersisa 13.710 individu, dan orangutan tapanuli 760 individu.