Sulit Beradaptasi, Perawat NTB Penerima Beasiswa di Korsel Ingin Pulang
Delapan Perawat asal Nusa Tenggara Barat yang mendapat beasiswa mengikuti program pendidikan Strata 1 di Universitas Chodang, Korea Selatan menyatakan ingin pulang kampung. Tujuh perawat akan pulang karena tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan dan satu orang belum mengantongi surat tugas belajar.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS -- Delapan Perawat asal Nusa Tenggara Barat yang mendapat beasiswa mengikuti program pendidikan Strata 1 di Universitas Chodang, Korea Selatan menyatakan ingin pulang kampung. Tujuh perawat akan pulang karena tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan dan satu orang belum mengantongi surat tugas belajar.
Koordinator perawat mahasiswa dari NTB di Universitas Chodang Euis Baiduri, dihubungi dari Mataram, Rabu (28/8/2019) mengatakan saat ini ada 18 mahasiswa D3 Keperawatan yang mengikuti pendidikan S1 di Universitas Chodang, di Muan, sebuah distrik pedesaan di Provinsi Jeolla, Korsel. Namun delapan di antaranya memilih pulang.
Salah satu yang ingin pulang adalah pegawai negeri sipil yang belum mengantongi surat tugas belajar (tubel). “Dia harus pulang karena harus menyelesaikan tubelnya. Jika (tubel) tidak diselesaikan, yang bersangkutan akan dikenai sanksi administratif ,” kata Euis, karyawan RSUD Pemprov NTB, Mataram, yang mengambil jurusan Medical Management di universitas itu. Namun Euis tidak menyebutkan siapa yang akan memberikan sanksi.
Adapun tujuh orang lainnya memilih pulang karena home sick atau reaksi emosional yang biasa terjadi karena tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. “Mereka memang ingin pulang atas dasar pilihan sendiri, karena tidak sanggup bertahan dengan kehidupan di Korea yang awalnya dikira seindah drama Korea. Itu kan biasa bagi kami yang hidup di rantau,” tutur Euis.
Mereka memang ingin pulang atas dasar pilihan sendiri, karena tidak sanggup bertahan dengan kehidupan di Korea yang awalnya dikira seindah drama Korea.
Selaku koordinator, lanjut Euis, dirinya telah memberikan semangat agar mereka tetap bertahan mengikuti proses yang dipersyaratkan universitas, sembari mengingatkan tujuan awal ke Korsel untuk menimba ilmu.
Para mahasiswa rata-rata mengalami masalah karena lemahnya kemampuan berbahasa Korea. Untuk mencapai level standar yang ditetapkan kampus, mahasiswa harus mengikuti perkuliahan bahasa.
Perkuliahan bahasa dilakukan mulai Maret 2019, berlangsung enam bulan- setahun. “Jika mendapat level bahasa 3,4,5,6, kami akan mendapatkan beasiswa dari kampus. Kami juga tetap bisa masuk jurusan (yang dipilih) meski level bahasa dibawah itu, namun harus mengikuti kelas bahasa selama 300 jam,” kata Euis.
Selama enam bulan sejak Maret 2019, para mahasiswa asal NTB itu mengikuti kelas bahasa.
Setelah itu para mahasiswa akan mengikuti ujian kenaikan level bahasa pada November 2019, mengikuti kuliah sesuai jurusan yang dipilihnya pada Maret 2020, dan wisuda pada Februari 2021. Selama enam bulan sejak Maret 2019, para mahasiswa asal NTB itu mengikuti kelas bahasa.
Ke-18 mahasiswa itu merupakan kelompok pertama dari 35 mahasiswa yang lulus seleksi untuk kuliah di Universitas Chodang dengan masa studi 1,5 tahun. Mereka diberangkatkan ke Korsel pertengahan Maret 2019.
Pengiriman dilakukan setelah penandatanganan kerja sama Letter of Intent (LOI) antara Gubernur NTB Zulkieflimansyah dengan Prof Park Jong Koo, PhD, President Chodang University di Kantor Gubernur NTB, Selasa, 29 Januari 2019 di Mataram.
Belakangan Surat Kabar lokal di NTB memberitakan, mereka terlantar di Korsel. Namun Euis mengatakan, kondisi mahasiswa asal NTB di Korsel saat ini baik-baik saja. Kehidupan mereka berjalan dengan normal. “Kami tinggal di asrama dengan nyaman, full wifi, dan makan teratur,” ungkap Euis.
Kajian
Kepala Dinas Kesehatan NTB, Nurhandini Eka Dewi, melalui releasenya menegaskan, Pemprov NTB tidak menelantarkan penerima beasiswa ke Chodang University. “Kalau ada yang bilang ditelantarkan itu hoax,” katanya.
Pemprov NTB tetap memberikan perhatian sejak proses pengiriman dan perkembangan peserta program belajar. Bila ada kendala, Pemprov NTB berupaya maksimal memberikan bantuan, di antaranya mengusulkan anggaran Rp 560 juta melalui RAPBD 2020 sebesar Rp 560 juta untuk beasiswa ke Korsel.
“Jadi kami di Pemprov NTB tetap berkeyakinan bahwa Program Beasiswa NTB adalah salah satu program mulia yang akan memberikan manfaat besar bagi NTB. Kalaupun ada kendala dalam pelaksanaannya, kami carikan jalan keluarnya,” tutur Nurhandini.
Di Chodang University para mahasiswa itu memilih program studi Medical Management, Nurse, Dental Care, Beautycosmo dan Optimetry.
Tim Seleksi Beasiswa Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) NTB, Irwan Rahadi, mengatakan perekrutan hingga pengiriman mahasiswa ke Korsel ditangani Dinas Kesehatan NTB, bukan program beasiswa yang ditangani LPP. Pihaknya juga tidak tahu sumber biaya kuliah dan biaya hidup bagi 18 mahasiswa itu. Pihaknya hanya diminta bantuan untuk mengurus dan menyelesaikan visa agar mereka bisa segera diberangkatkan ke Korsel.
Catatan Kompas, biaya kuliah per orang ke Korsel Rp 80 juta. Pemprov NTB membantu Rp 25 juta melalui dana Coorporate Social Responsbility PT Bank NTB Syariah, sisanya Rp 55 juta terhitung sebagai utang yang pelunasannya dicicil masing-masing oleh penerima beasiswa.
Dengan munculnya persoalan bagi beberapa mahasiswa di Korsel itu, Irwan mengaku, diminta melakukan kajian dan analisis. Hasil kajiannya sementara, 17 mahasiswa sisa yang hendak belajar ke Korea batal diberangkatkan.