Setelah kurang lebih sepekan bergejolak, Papua dan Papua Barat kini lebih adem. Tidak terpantau unjuk rasa. Namun, protes atas persekusi yang dialami mahasiswa Papua di Jawa Timur itu kini bergeser menuntut keinginan lain.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
Setelah kurang lebih sepekan bergejolak, Papua dan Papua Barat kini lebih adem. Tidak terpantau unjuk rasa. Namun, protes atas persekusi yang dialami mahasiswa Papua di Jawa Timur itu kini bergeser menuntut keinginan lain. Penegakan hukum harus tetap jadi yang utama.
Keinginan memisahkan diri dari Indonesia berulang kali diteriakkan massa di hadapan Wali Kota Sorong Lamberth Jitmau, 20-21 Agustus 2019. Lamberth menemui massa di depan halaman kantornya.
Pada hari pertama, Lamberth dan beberapa pejabat sempat dilempari dengan botol air meneral, batu, dan kayu. Pelemparan itu saat Lamberth baru saja berbicara. Di hari kedua, kendati konsentrasi massa lebih besar, tak ada lagi pelemparan.
Lebih dari 1 jam, Lamberth berdiri mendengar tuntutan mereka, salah satunya wacana pemisahan diri. Beragam aksesori senada dengan tuntutan itu juga dipaparkan di sana.
Tuntutan itu disodorkan kepada Lamberth yang kemudian berbicara kepada warganya. Lamberth berjanji akan menyampaikan tuntutan itu kepada pemerintah pusat melalui pemerintah provinsi.
Poin itu seakan mengaburkan substansi aksi merespons persekusi mahasiswa asal Papua di Jatim. Kini sepekan berlalu, teriakan memisahkan diri kembali disampaikan dalam aksi damai di sejumlah tempat. Tidak hanya di Papua, tetapi juga daerah lain di Indonesia.
Dalam pertemuan yang diikuti Kompas di Sorong, sejumlah tokoh menduga ada penumpang gelap yang ikut menunggangi aksi ini. Terdapat beberapa indikator yang menunjukkan hal itu, seperti munculnya poster bendera bintang kejora di Sorong dan pembakaran Bendera Merah Putih di Manokwari. Semua pelakunya kini sudah ditetapkan polisi menjadi tersangka.
Kondisi itu perlu diwaspadai sehingga Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto serta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menemui sejumlah tokoh di Papua dan Papua Barat pada Kamis (22/8). Dalam konferensi pers, Wiranto meminta semua pihak meredakan situasi.
Wiranto menegaskan, persekusi terhadap mahasiswa Papua merupakan perbuatan oknum yang tidak mewakili komunitas, apalagi pemerintah pusat. Pemerintah pusat sangat mencintai Papua. Selama lima tahun terakhir, pembangunan di tanah Papua sangat diperhatikan. Presiden Joko Widodo bahkan sudah tujuh kali berkunjung ke Papua.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Barat Ajun Komisaris Besar Mathias Yosia Krey mengatakan, ia mencurigai ada pihak yang ”bermain” di balik aksi anarkistis. Sejauh ini, Polda Papua Barat telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus unjuk rasa di Manokwari pada 19 Agustus. Selain MI, pelaku pembakaran bendera Merah Putih, ada juga MA dan DA yang membobol mesin ajungan tunai mandiri.
Penetapan tersangka itu hanya empat hari setelah kerusuhan. Intelijen polisi bergerak cepat. Akan sangat ideal apabila hal serupa juga ditegakkan untuk kasus lainnya, terutama penyelesaian persekusi pada mahasiswa Papua di Jatim. Jika penegakan hukum ini tak juga dilakukan, isu itu akan terus ditunggangi pihak tertentu untuk menciptakan aksi anyar dengan ekskalasi lebih tinggi.