Buku Antologi Karya Dua Wartawan di Bali Diluncurkan
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·2 menit baca
DENPASAR, KOMPAS – Dua penulis, yang juga wartawan di Bali, I Gede Sarjana Putra dan I Ketut Angga Wijaya, memperkenalkan buku yang mereka hasilkan belum lama ini. Sarjana meluncurkan buku kumpulan cerita pendeknya yang berjudul “Cetik Taluh”. Sedangkan Angga mengenalkan buku antologi puisi berjudul “Dua Kota Dua Ingatan”.
Acara peluncuran buku keduanya dilakukan di Denpasar, Bali, Sabtu (31/8/2019) sore. Beberapa orang yang hadir seperti penulis dan jurnalis Ketut Syahruwardi Abbas, dramawan Abu Bakar, dan penulis Agung Bawantara.
Pengenalan buku anyar ini juga disemarakkan pembacaan puisi dan monolog dari Teater Bisma SMA Negeri 1 Kuta Selatan. Selain itu, ada juga bedah buku dengan dua pembahas, I Made Sujaya (Redaktur Sastra dan Budaya Denpost) dan Wahyu Budi Nugroho (sosiolog dari Universitas Udayana).
Kania Arliani menampilkan monolog dari cerita pendek “Cetik Taluh” karangan Sarjana. Penampilan Kania diiringi petikan gitar dari Rachel Rae Kusuma. Kedua pementas itu adalah siswi SMA Negeri 1 Kuta Selatan yang bergabung dalam Teater Bisma.
Buku kumpulan cerita pendek “Cetik Taluh” berisikan 12 cerpen yang dikarang Sarjana. Sarjana, yang berprofesi sebagai wartawan dan meliput di Kabupaten Gianyar, menghimpun kisah yang terinspirasi dari pengalaman pribadinya.
“Kebanyakan dari cerpen itu ditulis Sarjana selama kurun 2005 sampai 2008,” kata Sujaya yang membedah buku antologi cerpen “Cetik Taluh” karangan Sarjana. Sujaya menambahkan, Sarjana mengangkat problem yang umum, misalnya, tentang persoalan urban, dari sisi kelompok masyarakat Bali.
Sujaya menilai sejumlah cerpen karangan Sarjana sudah mampu mengangkat atmosfer atau warna lokal Bali dan menyajikan pandangannya yang nakal dan jenaka atas problematika yang diangkat sebagai tema cerpennya. Sujaya menyarankan penulis agar memperkaya khasanah dan perbendaharaan bahasa Indonesia demi menghindari pengulangan kata dan meminimalkan catatan kaki yang menerangkan istilah dari kosakata Bali.
“Terlalu sering menempatkan catatan kaki terkadang mengganggu kenikmatan membaca,” ujar Sujaya.
Adapun, buku antologi puisi berjudul “Dua Kota Dua Ingatan” adalah karya kedua dari tiga buku kumpulan puisi yang sudah dihasilkan Angga Wijaya di sela-sela pekerjaannya sebagai wartawan lepas di Bali. Lebih dari 60 puisi dihimpun Angga dalam buku kumpulan puisi “Dua Kota Dua Ingatan” tersebut.
Wahyu menyebut Angga sebagai penyair yang terus berproses, dari menyuarakan persoalan pribadi menuju ke suara yang mewakili masyarakat. Menurut Wahyu, proses itu tecermin dari puisi-puisi yang dihasilkan Angga yang juga penyintas skizofrenia.
“Dalam antologi berjudul Dua Kota Dua Ingatan, Angga sudah mengangkat tema yang mewakili suara banyak orang,” kata Wahyu. Dia menyarankan Angga agar berani menggunakan lebih banyak metafora dan lebih berani memainkan kata-kata sehingga memperkaya puisinya.