Sekitar 70 anggota Ikatan Mahasiswa Papua Sumatera Utara unjuk rasa di Medan, Sabtu (31/8/2019). Mereka meminta keadilan pembangunan dan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia di tanah Papua.
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Sekitar 70 anggota Ikatan Mahasiswa Papua Sumatera Utara unjuk rasa di Medan, Sabtu (31/8/2019). Mereka meminta keadilan pembangunan dan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia di tanah Papua.
Para pengunjuk rasa merupakan mahasiswa yang mengikuti program afirmasi pendidikan tinggi dari Papua dan Papua Barat di Sumatera Utara. Mereka adalah mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Universitas Negeri Medan, dan Politeknik Negeri Medan.
Aksi ini dimulai dengan berjalan kaki dari asrama mahasiswa Papua di Jalan Dr Mansyur, Medan, sampai ke Lapangan Merdeka. Beberapa di antara mereka mengenakan koteka, rok rumbai, dan ikat kepala khas Papua. Ada juga yang membawa panah tiruan dari bambu.
Beberapa mengecat wajah dan badannya. Mereka juga mempertunjukkan tarian-tarian tradisional Papua. Para pengunjuk rasa pun menyampaikan aspirasinya dengan berorasi dan membentangkan spanduk poster.
”Kami menyerukan anti-rasisme, anti-kekerasan, dan anti-militerisme. Kami juga meminta agar isolasi informasi yang dilakukan pemerintah dengan pembatasan internet dan telepon di Papua segera diakhiri,” kata koordinator aksi, Damiel Wandik.
Kami menyerukan anti-rasisme, anti-kekerasan, dan anti-militerisme.
Para mahasiswa itu lalu memblokade Jalan Bukit Barisan di sisi Lapangan Merdeka. Beberapa mahasiswa saling bergantian berorasi menyampaikan aspirasi.
Agustinus Goo, mahasiswa Papua, juga mengkritik arah pembangunan Papua yang menurut dia lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Menurut dia, Papua lebih membutuhkan pembangunan manusia, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan. ”Pembangunan berbasis pendidikan dan kesehatan masih sangat minim,” katanya.
Menurut Agustinus, persoalan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur hanya pemicu bentrokan yang masih terjadi di Papua. ”Banyak persoalan lain yang telah menumpuk di Papua selama ini, seperti pelanggaran hak asasi manusia yang tidak kunjung diungkap, tindak kekerasan, dan ketertinggalan pembangunan,” katanya.
Albertina Butu, pengunjuk rasa lainnya, mengatakan ingin kedamaian di Papua. Dia akan terus melakukan aksi di Medan sampai keinginan mereka dipenuhi pemerintah. Ia juga mengatakan bahwa mereka juga berencana meninggalkan program afirmasi pendidikan tinggi yang mereka ikuti.
Aksi ini berakhir damai. Para mahasiswa pun kembali ke asramanya dengan berjalan kaki. Aparat kepolisian pun mengawal pengunjuk rasa selama menyampaikan aspirasinya hingga kembali ke asrama. Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Medan Komisaris Besar Dadang Hartanto tampak memimpin pengamanan unjuk rasa.