Upaya pemerintah daerah meminimalkan dampak abrasi di Jawa Tengah terkendala perubahan peraturan pengelolaan laut. Padahal, penanganan jangka panjang seperti pembuatan sabuk pantai dan pemecah gelombang harus segera dilakukan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS-Upaya pemerintah daerah meminimalkan dampak abrasi di Jawa Tengah terkendala perubahan peraturan pengelolaan laut. Padahal, penanganan jangka panjang seperti pembuatan sabuk pantai dan pemecah gelombang, harus segera dilakukan.
Dalam beberapa tahun terakhir, abrasi semakin mengancam jalan raya pantura. Selain itu, beberapa obyek vital seperti sekolah, kantor polisi, pasar, dan tempat wisata di pesisir Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Kewenangan Laut membuat ruang gerak pemerintah kabupaten atau kota terbatas. Sebab, dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa kewenangan pemkab mengelola urusan kelautan dan perikanan menjadi kewenangan pemerintah pusat dan provinsi.
"Peralihan wewenang itu berimplikasi pada keterbatasan ruang gerak pemerintah kabupaten. Sehingga, selama ini upaya penanggulangan abrasi yang bisa kami lakukan hanya sebatas menanam tanaman yang mampu menahan limpasan air laut, seperti pohon bakau dan pohon cemara laut," ucap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal Agus Subgayo di Tegal, Sabtu (31/8/2019).
Agus menambahkan, pihaknya telah mengusulkan kepada pemerintah provinsi untuk membangun sabuk pantai dan pemecah gelombang di beberapa lokasi terdampak abrasi. Namun, usulan tersebut tidak langsung disetujui melainkan harus disurvei dan dikaji terlebih dahulu. Daerah yang dianggap terdampak paling parah akan diprioritaskan untuk ditangani terlebih dahulu.
"Penanganan abrasi di Tegal ini perlu untuk segera dilakukan. Sebab, abrasi berpotensi menggerus jalan pantura Kabupaten Tegal. Bahkan, di beberapa titik, jarak antara pantai dan jalan raya pantura tinggal 100 meter," kata Agus.
Menurut Agus, abrasi telah terjadi di Padaharja sampai ke Munjung Agung sepanjang 1,5 kilometer, Purwahamba sampai ke Pantai Purwahamba Indah (1,8 kilometer) dan Kantor Polsek Suradadi sampai ke Pasar Suradadi (400 meter). Agus menambahkan, abrasi yang terjadi di Munjung Agung hingga 500 ke arah darat. Sementara di daerah Purwahamba dan Suradadi, abrasi terjadi masing-masing 200 meter ke darat.
Warga khawatir
Sejumlah warga yang tinggal di Desa Suradadi, Kecamatan Suradadi, mengatakan khawatir jika sewaktu-waktu ada gelombang tinggi. Sebab, semakin hari, jarak antara pantai dan permukiman warga semakin dekat.
Suharti (60), warga setempat, mengatakan, sekitar 20 tahun lalu, jarak permukiman dengan pantai masih sekitar 1 km. Kini, jarak pantai dan permukiman warga tidak lebih dari 150 meter. Akibatnya, saat gelombang pasang, Suharti terpaksa mengungsi ke rumah anaknya di Kecamatan Kramat.
Sekitar 2014 lalu, Suharti mulai menawarkan rumahnya untuk dijual. Namun, hingga kini, rumah tersebut tak kunjung laku. Menurut Suharti, para calon pembeli langsung mengurungkan niatnya setelah melihat pantai berada sangat dengan rumah Suharti.
"Sementara ini, saya tinggal dulu di rumah sampai ada yang mau beli. Namun, saya sudah beli tanah di sebelah selatan jalan raya pantura untuk menghindari ancaman abrasi," tutur Suharti saat ditemui di Suradadi, Jumat (30/8) di Desa Suradadi.
Tidak hanya warga, petugas Polsek Suradadi juga khawatir bila abrasi menggerus kantor mereka. Sabuk pantai dan pemecah gelombang yang pada 2014 lalu dibangun kini sudah rusak. Sabuk pantai yang kala itu dibangun setinggi 1,5 meter, kini tinggal sekitar 30 sentimeter.
Sekitar 10 tahun lalu, jarak antara pantai ke Polsek Suradadi masih sekitar 700 meter, kini, jaraknya tinggal sekitar 250 meter
Sekitar 10 tahun lalu, jarak antara pantai ke Polsek Suradadi masih sekitar 700 meter, kini, jaraknya tinggal sekitar 250 meter. Untuk itu, polisi berinisiatif menanam puluhan pohon cemara laut dan pohon bakau untuk menahan gelombang air laut.
Menurut anggota Polsek Suradadi, Ajun Inspektur Satu I Nyoman Suryade, penanaman cemara laut dan pohon bakau cukup efektif menahan limpasan air laut. Sekitar tahun 2013, limpasan air pernah sampai tepat di belakang kantor polsek.
Kini, limpasan air terjauh mencapai sekitar 100 meter dari kantor polsek. Upaya tersebut memang cukup efektif, meski begitu Nyoman berharap, pemecah gelombang dan sabuk pantai bisa segera dibuat untuk menghalau air laut.