Kirab Pusaka Jadi Sarana Introspeksi Diri Memasuki Tahun Baru
Pura Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, menggelar tradisi kirab pusaka 1 Suro. Tradisi ini menjadi sarana untuk melakukan introspeksi diri untuk memasuki tahun yang baru.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·2 menit baca
SOLO, KOMPAS — Menyambut Tahun Baru Jawa Wawu 1853, Pura Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, kembali menggelar tradisi kirab pusaka 1 Suro. Tradisi kirab pusaka yang dijalani dengan berjalan membisu atau tapa bisu ini menjadi sarana melakukan introspeksi diri dalam memasuki tahun yang baru.
Tradisi ini dipimpin langsung Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IX, pemimpin Kadipaten Pura Mangkunegaran di Pendopo Agung Pura Mangkunegaran Solo, Sabtu (31/8/2019) malam. Mangkunegara IX selanjutnya melepas peserta kirab. Putra Mangkunegara IX, GPH Bhre Cakrahutama Wira Sudjiwo, tampak berjalan paling depan disusul iring-iringan lima bergodo atau pasukan dan peserta kirab.
”Ada empat pusaka berupa tombak dan sebuah joli (kotak khusus tempat menyimpan barang) yang dikirab malam ini,” kata Joko Pramudyo, Sekretaris Panitia Kirab Pusaka 1 Suro Pura Mangkunegaran di Solo.
Selain diikuti putra-putri KGPAA Mangkungara IX, kirab ini diikuti para kerabat dan abdi dalem Pura Mangkunegaran serta masyarakat. Tampak ikut kirab antara lain mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, anggota DPR RI Aria Bima, dan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Barisan kirab keluar melalui pintu timur kemudian berjalan mengelilingi Pura Mangkunegaran dengan menempuh jarak sekitar 1 kilometer. Peserta kirab kemudian kembali ke Pendopo Agung Pura Mangkunegaran melalui pintu utama bagian depan.
Menurut Joko, tradisi kirab pusaka 1 Suro menjadi sarana melakukan refleksi dan introspeksi diri sebelum memasuki tahun yang baru. ”Kirab ini dijalani dengan laku tapa bisu, tidak boleh berbicara. Saat berjalan diisi dengan banyak berdoa dan prihatin. Tradisi ini sebagai sarana introspeksi atas hal-hal yang kita lakukan di masa lampau sehingga ke depan bisa lebih baik lagi,” tuturnya.
Tradisi ini sebagai sarana introspeksi atas hal-hal yang kita lakukan di masa lampau sehingga ke depan bisa lebih baik lagi.
Joko mengatakan, awalnya tradisi ini dilangsungkan di dalam area dalam Pura Mangkunegaran dengan mengelilingi Pendopo Agung. Pada era KGPAA Mangkunegara VIII, pemerintahan orde baru meminta kegiatan adat dan tradisi Pura Mangkunegaran dapat dikeluarkan dan dipamerkan kepada masyarakat. Ini mengingat peran Mangkunegaran sebagai salah satu sumber budaya Jawa sehingga adat dan tradisi itu diharapkan bisa menjadi tuntunan bagi masyarakat.
Muhaimin Iskandar yang baru pertama kali mengikuti kirab pusaka di Pura Mangkunegaran mengaku kagum. Saat prosesi kirab berjalan, masyarakat menyambut tanpa suara sehingga kondisi tenang dan hening dirasakannya. Ia mengaku memanjatkan doa-doa selama berjalan. ”Masyarakat menghayati 1 Suro ini sebagai tradisi kebersamaan, evaluasi diri, dan sekaligus memohon berkah kepada tuhan,” katanya.
Di tempat berbeda, Keraton Surakarta juga menggelar kirab pusaka malam 1 Suro. Selain pusaka, turut dikirab dalam tradisi ini adalah kerbau bule keturunan Kiai Slamet milik Keraton Surakarta.