Doktor ”Honoris Causa” untuk Sultan Hamengku Buwono X
Sultan Hamengku Buwono X akan dianugerahi gelar doktor honoris causa dalam bidang manajemen pendidikan karakter berbasis budaya oleh Universitas Negeri Yogyakarta.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X akan dianugerahi gelar doktor honoris causa dalam bidang manajemen pendidikan karakter berbasis budaya oleh Universitas Negeri Yogyakarta. Anugerah itu didasari kontribusi Sultan mengimplementasikan wawasan budaya untuk bidang pendidikan di daerahnya.
”Kami sudah menyiapkan ini sejak 1,5 tahun lalu. Kami mengumpulkan karya-karya beliau dari berbagai pidato, khususnya dari kebijakan pendidikan karakter mengingat kapasitas beliau sebagai gubernur,” ujar Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Sutrisna Wibawa di Ruang Sidang Senat UNY, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (3/9/2019).
Adapun penganugerahan terhadap Sultan bakal digelar di Auditorium UNY, Kamis (5/9/2019). Dalam acara itu, Sultan direncanakan memberikan orasi ilmiah berjudul ”Pendidikan Karakter Berbasis Budaya”.
Sutrisna menyampaikan, aktivitas pendidikan di DIY tidak bisa dilepaskan dari budaya. Melalui pemberian gelar doktor honoris causa, ia berharap pendidikan yang juga menekankan basis budaya juga diikuti daerah lainnya. Ia meyakini, setiap daerah mempunyai kearifan lokal yang bisa diajarkan untuk membentuk karakter unggul bagi generasi masa depan.
”Setiap budaya daerah dipastikan mempunyai local wisdom. Itu digunakan untuk pendidikan karakter. Jadi, budaya itu menjadi salah satu alternatif untuk basis pendidikan karakter. Kami berharap seperti itu,” kata Sutrisna.
Suminto A Suyuti, Guru Besar Bahasa dan Sastra UNY, menyatakan, Sultan mempunyai komitmen penuh terhadap kebudayaan. Melihat posisinya sebagai kepala daerah, komitmen tersebut ditunjukkan dengan membuat kebijakan ataupun program yang menguatkan posisi kebudayaan di tengah masyarakat.
Hal itu dibuktikan dengan lahirnya Perda DIY Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya. Dalam aturan itu disebutkan, pendidikan perlu diperkaya dengan nilai-nilai luhur budaya untuk menghasilkan manusia yang unggul, cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya. Lebih dari itu, wawasan budaya diharapkan bisa mendorong peserta didik mempunyai karakter kuat dan mengedepankan pluralitas.
Selain itu, melalui Dinas Kebudayaan DIY, Sultan juga mendorong agar dibentuk desa budaya. Desa itu bertujuan mengembangkan dan melestarikan potensi adat untuk menumbuhkan jati diri daerah. Keberadaan desa diharapkan mampu mewujudkan visi daerah sebagai pusat budaya yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hingga kini, sudah ada 56 desa budaya di seluruh wilayah DIY.
Kemudian, lanjut Suminto, terdapat pandangan dari Sultan bahwa budaya harus dipegang teguh. Namun, hal itu tidak berarti tertutup terhadap kebudayaan lain. Justru keterbukaan terhadap budaya lain itu yang senantiasa didorong.
”Beliau mengisyaratkan pentingnya budaya itu untuk selalu dirawat, lalu diberdayakan. Ada pandangan bahwa Yogyakarta itu terbuka. Ibarat pohon kebudayaan yang daun dan rantingnya itu memperoleh asupan eksternal demi menguatkan akarnya. Itu agar tidak tercerabut dari tempat pohon kebudayaan itu tumbuh,” ujar Suminto.