Penerapan Teknologi Sektor Pertanian Terkendala Akses Internet
Industri dan petani didorong lebih mengadopsi teknologi agar mampu memenangkan persaingan di era revolusi industri 4.0.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS – Industri dan petani didorong lebih mengadopsi teknologi agar mampu memenangkan persaingan di era revolusi industri 4.0. Selain rendahnya kapasitas sumber daya manusia, akses internet yang belum menjangkau seluruh sentra pertanian dan perkebunan menjadi dua kendala utama penerapan teknologi pada sektor pertanian domestik.
Hal itu mengemuka dalam Seminar Nasional dan Temu Bisnis bertema “Perlindungan Tanaman di Era Revolusi Industri 4.0 dalam Menunjang Pertanian yang Berkelanjutan”, Selasa (3/9/2019), di Bandar Lampung. Acara itu dihadiri sekitar 70 peserta dari kalangan akademisi dan pelaku industri perkebunan.
“Saat ini, masih banyak blank spot di area perkebunan sehingga data sulit dimasukkan ke dalam sistem,” ungkap Manager Divisi Research and Development PT Great Giant Pineapple (GGP) Lampung Dwi Okiyanto.
Sebagian perangkat harus dibeli dari luar negeri yang akan dikenakan bea masuk sehingga harganya jadi lebih tinggi.
Selama ini, lanjut Dwi, perusahaan telah menerapkan teknologi dalam budidaya tanaman perkebunan. Bahkan, PT GGP telah membina petani pisang mas di Tanggamus untuk menggunakan aplikasi dalam menghimpun data hasil produksi serta hama penyakit. Namun, pelaku industri dan petani masih terkendala akses internet.
Masalah lainnya, perangkat untuk membangun sistem pertanian berbasis teknologi masih sulit didapatkan di Indonesia. Sebagian komponen harus dibeli dari luar negeri yang akan dikenakan bea masuk sehingga harganya jadi lebih tinggi.
“Kapan fasilitas jaringan internet dan perangkat ini akan tersedia dengan mudah? Ini yang perlu dipikirkan pemerintah,” katanya.
Menanggapi hal itu, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian Ardi Praptono mengatakan, masukan itu akan menjadi catatan pemerintah pusat. Pihaknya berjanji akan berkordinasi dengan instansi terkait untuk membicarakan permasalahan terkait jaringan internet dan perangkat teknologi yang dibutuhkan.
Ardi menambahkan, ke depan, sektor pertanian akan menghadapi tantangan besar, antara lain peningkatan populasi manusia yang berbanding terbalik dengan penyusutan lahan, penurunan kualitas lahan, serta perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas.
Untuk itu, pemerintah menyiapkan arah kebijakan dalam pengembangan perkebunan berbasis teknologi. Beberapa hal menjadi fokus pemerintah, yakni pengembangan mekanisasi perkebunan, pemberian alat dan mesin perkebunan, serta digitalisasi perkebunan.
Dia mencontohkan, pemerintah menyediakan Sistem Informasi Konsultasi Kesehatan Layanan Perkebunan yang dapat diakses melalui internet atau mengunduh aplikasinya pada gawai. Lewat aplikasi itu, petani bisa mendapat informasi tentang hama penyakit dan cara mengatasinya.
Pemerintah juga menyiapkan 500 juta batang benih unggul dalam lima tahun terakhir. Hal ini agar produktivitas tanaman perkebunan meningkat. Fokus pengembangan benih pada 10 jenis tanaman, antara lain kopi, kakao, pala, lada, cengkeh, kelapa, dan kelapa sawit.
"Pemerintah juga akan fokus pada peningkatan kapasitas petani dan penyuluh melalui pendidikan, serta pengembangan 1 juta pekebun milenial," ungkap Ardi.
Rektor Universitas Lampung Hasriadi Mat Akin menuturkan, digitalisasi penting agar pola pertanian lebih efisien. Untuk itu, pihaknya menggelar forum untuk mempertemukan kalangan akademisi dengan pelaku industri. Dalam forum ini, peneliti dapat memaparkan hasil riset dan inovasi yang bisa diaplikasikan di industri pertanian.
"Pengembangan sistem digital diperlukan mulai dari budidaya hingga pemasaran agar pertanian lebih efisien. Universitas Lampung memiliki teknologi pertanian dan ingin agar dapat masuk ke dalam sistem digital," katanya.