Polda Papua Barat mendeteksi ada kelompok terorganisasi yang masih terus memprovokasi masyarakat untuk melakukan unjuk rasa di Manokwari. Upaya antisipasi pun digencarkan kepolisian.
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·3 menit baca
MANOKWARI, KOMPAS — Kepolisian Daerah Papua Barat mendeteksi ada kelompok terorganisasi yang masih terus memprovokasi masyarakat untuk melakukan unjuk rasa di Manokwari. Upaya antisipasi pun digencarkan kepolisian.
”Tujuan yang ingin dicapai adalah kekacauan dan memancing kemarahan aparat keamanan. Jika aparat bertindak tegas, akan digiring dengan isu baru, yakni pelanggaran hak asasi manusia,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua Barat Ajun Komisaris Besar Mathias Yosia Krey, Rabu (4/9/2019).
Mathias mengatakan, para penggerak aksi itu terkoordinasi dalam jaringan tertentu. Mereka bergerilya ke individu dan komunitas yang dianggap memiliki visi yang sama. Isu yang digiring sudah bergeser dari rasisme menjadi gerakan separatis. Isu rasisme kini hanya dijadikan alasan untuk mengajukan pemberitahuan unjuk rasa.
Sekarang sedang didalami. Kalau bukti sudah lengkap, segera ditangkap.
Jaringan penggerak itu berusaha memasukkan 1.500 duplikat bendera bintang kejora berbahan plastik ke Manokwari pada Senin lalu. Bendera simbol pergerakan separatis itu, menurut rencana, akan dibagikan kepada peserta aksi massa pada Selasa (3/9). Polisi berhasil mencegat SM (33), pembawa bendera itu, di Bandara Rendani Manokwari.
Berdasarkan hasil penyidikan, polisi memetakan aktor-aktor lain yang berada dalam satu lingkaran bersama SM. Aktor itu termasuk mereka yang masih ingin menggelar unjuk rasa di Manokwari. ”Sudah mengarah ke beberapa orang. Kami sudah mencurigai. Sekarang sedang didalami. Kalau bukti sudah lengkap, segera ditangkap,” kata Mathias.
Sementara itu, pengamanan terbuka di Manokwari masih dilakukan di sejumlah titik penting. Patroli gabungan juga diintensifkan. Saat ini terdapat lebih kurang 1.000 personel Polri, termasuk 700 anggota Brimob, yang mengamankan Manokwari. Fokus saat ini adalah mencegah adanya pergerakan massa menuju pusat kota.
Seperti pada unjuk rasa Selasa kemarin, polisi berhasil menahan pergerakan massa dari Kelurahan Amban ke tengah kota. Kendati diprotes keras, polisi tidak sedikit pun menggeser barikade. Kini, polisi mengantisipasi kemungkinan strategi lain yang dilakukan penggerak aksi untuk menarik massa ke tengah kota.
Menurut pantauan Kompas, aktivitas di Manokwari pada Rabu ini berjalan normal. Toko yang ditutup pada Selasa lalu kembali dibuka. Penutupan toko dan tempat usaha itu disebabkan isu adanya unjuk rasa. Sejumlah pihak, terutama tokoh adat, terus berupaya menjaga kedamaian kota tersebut.
Minggu lalu, suku besar Arfak yang dikepalai Dominggus Mandacan, yang juga Gubernur Papua Barat, menyatakan sikap menjaga kedamaian di Manokwari. Keesokan harinya, Senin, tokoh muda dari Pegunungan Tengah juga menyampaikan komitmen yang sama.
”Kami dari suku Biak akan bertemu dengan tokoh dari suku Arfak untuk sama-sama menjaga kota ini,” kata Derek Ampnir, tokoh masyarakat dari suku Biak.
Penyidikan
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Barat Komisaris Besar Roberth Da Costa mengatakan, polisi masih terus menyelidiki kerusuhan di Manokwari, Sorong, dan Fakfak. Polisi telah menetapkan 22 tersangka, yakni 11 orang di Manokwari, 8 orang di Sorong, dan 3 orang di Fakfak.
”Masih dilakukan pengembangan dengan memeriksa saksi-saksi. Tidak tertutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka baru,” kata Roberth.
Tindak pidana yang dilakukan tersangka adalah perusakan dan pembakaran gedung, penjarahan, serta pembakaran bendera Merah Putih. Selain itu, untuk kasus 1.500 duplikat bendera bintang kejora, polisi telah menetapkan SM sebagai tersangka.