Komposer Memet Chairul Slamet menyajikan karya komposisi musik dan sinematografi berjudul ”Airmata Air” di Bentara Budaya Balai Soedjatmoko, Solo, Jawa Tengah, Rabu (4/9/2019) malam.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·3 menit baca
Komposer Memet Chairul Slamet menyajikan karya komposisi musik dan sinematografi berjudul ”Airmata Air” di Bentara Budaya Balai Soedjatmoko, Solo, Jawa Tengah, Rabu (4/9/2019) malam. Dalam pementasan itu, ia berkolaborasi dengan koreografer Martinus Miroto. Pementasan karya ini membawa pesan agar masyarakat mencintai lingkungan, terutama air.
Karya Memet itu disajikan dalam rangkaian acara Post Fest (Post Festival) 2019. Memet menjadikan air sebagai materi utama sajian. Suara air yang menetes, gemericik air mancur, aliran air di keran, derasnya arus sungai, suara air yang muncul dari gerakan-gerakan tangan dan kaki seorang penari, dan suara air terjun diolah menjadi komposisi musik yang dramatik.
Suara air itu dipadukan dengan karya sinematografi yang dipertontonkan pada sebuah layar tembus pandang. Semua itu dikolaborasikan dengan tarian kontemporer garapan Miroto.
Pertunjukan diawali suara tetes-tetes air serta gemericik air sungai yang jernih. Di layar ditampilkan video seorang penari yang menari-nari di sungai kecil yang berair jernih. Memet juga tampil langsung bermain-main dengan air yang ada di wadah kaca hingga melahirkan komposisi bunyi-bunyian.
Suasana dramatis muncul saat video mulai menayangkan sungai-sungai yang tercemar berbagai limbah, mulai dari aneka sampah plastik hingga limbah cair industri yang berbusa dan berwarna keruh. Video itu tetap diiringi suara-suara air.
Pesan ”Airmata Air” semakin kuat dengan munculnya penari yang semula riang menari di sungai yang jernih menjadi tak berdaya dan tenggelam di sungai yang dipenuhi sampah. Ironisnya, saat seseorang mencoba menolongnya, justru sang penolong itu tubuhnya gantian terlilit oleh banyaknya sampah plastik hingga akhirnya ia tak berkutik.
Jagalah air kita karena air adalah sumber kehidupan. Air juga bisa menjadi sumber kematian.
Menurut Memet, melalui karya ini, diharapkan dapat membuka mata dan hati masyarakat untuk lebih mencintai lingkungan, terutama air. Ini karena air merupakan sumber segala kehidupan semua mahluk, tetapi juga bisa menjadi sumber malapetaka ketika manusia tidak lagi menjaga kejernihannya.
Sungai-sungai yang sebelumnya mengalir jernih kini banyak yang menjadi kotor dan kumuh karena difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah. ”Jagalah air kita karena air adalah sumber kehidupan. Air juga bisa menjadi sumber kematian,” katanya.
Dalam penyajian ”Airmata Air”, selain berkolaborasi dengan Miroto, Memet melibatkan sejumlah pelaku seni, antara lain Radha (penari), Paknyang Kutai (sinematografi), Titok Pengesthi Aji dan Dwi Heryana (artistik), Ahmed Sinar (tata suara), serta Richa Amalia (kreatif).
”Airmata Air” merupakan rekonstruksi dari karya Memet sebelumnya. Ia pertama kali menggelar karya instalasi air yang berjudul ”Water n’ I” di Taman Budaya Yogyakarta pada 2009.
Post Fest merupakan gerakan yang digagas penari senior, Sardono W Kusumo. Pada awalnya, acara itu diselenggarakan oleh Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta. Tujuannya adalah untuk memberikan gagasan baru akan sebuah festival yang didasari riset, pelatihan, dan eksperimentasi yang dimentori pakar-pakar seni.
Rangkaian kegiatan Post Fest 2019 digelar di Solo dan Jakarta. Untuk Solo, acara digelar 30 Agustus-15 September. Sardono mengatakan, banyak festival digelar di Indonesia. Akan tetapi, karena terlalu produktif menggelar festival, penyajian justru menjadi tidak kreatif.
Karena itu, saat ini coba digali kembali soal gagasan, visi, dan nilai untuk melahirkan kreativitas berkesenian dan berkebudayaan.