Sebanyak 9.305 tangki air bersih telah disalurkan untuk mengatasi dampak kekeringan yang melanda 800 desa dari 28 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang dilanda kekeringan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sebanyak 9.305 tangki air bersih telah disalurkan untuk mengatasi dampak kekeringan yang melanda 800 desa dari 28 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang dilanda kekeringan. Selain menggunakan anggaran pemerintah kabupaten dan kota, distribusi air juga bekerja sama dengan sejumlah perusahaan daerah.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng Sudaryanto, di Kota Semarang, Kamis (5/9/2019), mengatakan, penyaluran air bersih sudah dilakukan di sekitar 800 desa/kelurahan pada 217 kecamatan di Jateng. Dari 35 kabupaten/kota di Jateng, sebanyak 28 daerah sudah terdampak kekeringan.
Menurut Sudaryanto, mayoritas kabupaten/kota tersebut mampu mengatasi kelangkaan air bersih secara mandiri. ”Dropping air bersih dengan APBD kabupaten/kota serta kerja sama dengan sejumlah perusahaan daerah. Hingga saat ini teratasi dengan baik,” ujarnya.
Ia menambahkan, sejumlah kabupaten yang meminta bantuan ke Pemprov Jateng antara lain Kabupaten Temanggung, Pati, Wonogiri, Grobogan, Kendal, dan Banjarnegara. Adapun Kabupaten Purbalingga merupakan daerah dengan jumlah distribusi terbanyak, sekitar 1.500 tangki air bersih.
Sudaryanto menuturkan, menghadapi sisa musim kemarau tahun ini, pihaknya tetap bersiaga. ”Jumlah desa yang terdampak sekitar 800 desa atau di bawah perkiraan yang mencapai 1.200 desa. Tahun ini, kami (pemprov) menyiapkan 1.000 tangki dan siap jika masih ada permintaan,” ucapnya.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Klimatologi Kelas I Semarang Tuban Wiyoso menuturkan, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan diperkirakan mulai Oktober. Namun, secara umum musim hujan akan datang November.
”Awal musim hujan diperkirakan awal Oktober, tetapi hanya sebagian kecil, yakni di daerah-daerah pegunungan atau hulu, seperti sebagian Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, Brebes, dan Wonosobo. Umumnya November. Sebagian kecil baru mulai hujan Desember,” ujarnya.
Peralihan dari musim kemarau ke musim hujan diperkirakan mulai Oktober. Namun, secara umum musim hujan akan datang November.
Mundur
Tuban menambahkan, kemarau panjang membuat mulainya musim hujan mundur satu hingga dua dasarian (10-20 hari). Adapun musim hujan nanti sifatnya normal, artinya curah hujan di sejumlah daerah tak akan jauh berbeda dengan rata-rata di Jateng.
Menurut dia, informasi terkait menjelang masuknya musim hujan akan terus disampaikan hingga tingkat kecamatan, termasuk melalui buletin. ”Untuk kebutuhan pertanian, nantinya petani bisa menyesuaikan pola tanam, khususnya untuk daerah tadah hujan,” kata Tuban.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, pada dialog interaktif mitigasi bencana yang digelar Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Semarang, menuturkan, masyarakat harus memahami bahwa bencana disebabkan kondisi alam. Kepedulian masyarakat harus didorong.
Lewat pendidikan dan pelatihan akan kebencanaan, dia berharap, kesadaran akan bencana di kalangan masyarakat bisa mencontoh Jepang. ”Mitigasi benar-benar dilakukan di Jepang. Setiap ada orang asing ke satu tempat, langsung diberi tahu potensi bencana apa yang ada di sana,” ucap Ganjar.