Kedisiplinan Nasabah Bank Wakaf Mikro Jadi Tantangan Utama
Bank wakaf mikro terus didorong pemerintah agar masyarakat kecil, terutama yang berada di sekitar pesantren, dapat menjangkau akses pembiayaan. Kedisiplinan untuk membayar cicilan pembiayaan menjadi tantangan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
KENDAL, KOMPAS — Bank wakaf mikro terus didorong pemerintah agar masyarakat kecil, terutama yang berada di sekitar pesantren, dapat menjangkau akses pembiayaan. Kedisiplinan untuk membayar cicilan pembiayaan menjadi tantangan utamanya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, hingga Juli 2019, terdapat 52 bank wakaf mikro (BWM) yang tersebar di 15 provinsi dengan nilai total pembiayaan Rp 24,9 miliar untuk 19.543 nasabah. Para nasabah tersebut terdiri atas 2.374 kelompok usaha masyarakat sekitar pesantren Indonesia (kumpi) dengan berbagai macam produk usaha.
Puput Nolasari (35), warga Kaliwungu, Jumat (6/9/2019), telah mendapat pinjaman Rp 1 juta dari BWM Apik Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Pinjaman tersebut digunakan untuk mengembangkan usaha kue donat dan camilan singkong yang diproduksi di rumahnya.
Selain pengajuan yang mudah, membayar cicilannya juga ringan, yakni Rp 20.000 per minggu. ”Ibu-ibu harus kompak dan saling mengingatkan untuk disiplin. Kalau tidak, bisa terlewat terus karena kerap ada kebutuhan lainnya,” kata Puput.
Puput tergabung dalam kumpi Al Hidayah, Kaliwungu. Meskipun usaha yang digelutinya berbeda, ia dan rekan-rekannya selalu berkumpul setiap minggu agar saling mengingatkan membayar cicilan.
Meskipun telah beroperasi sejak April 2019, BWM APIK Kaliwungu di Pondok Pesantren APIK baru diresmikan pada Jumat (6/9/2019) oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. BWM itu telah membina 270 nasabah dengan nilai pembiayaan Rp 270 juta.
Wimboh mengatakan, keberadaan BWM penting, selain untuk pembiayaan, juga pembinaan bagi masyarakat. ”Agar masyarakat, seperti ibu-ibu, memiliki kegiatan yang produktif. Kami akan mendampingi dalam hal pengemasan dan pemasaran produk yang dihasilkan,” ujar Wimboh.
Skema pembiayaan dalam BWM memudahkan para nasabah, yakni tanpa agunan dan biaya administrasi yang hanya 3 persen per tahun. Skema itu merupakan terobosan baru yang dirancang sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakat kecil.
Ibu-ibu harus kompak dan saling mengingatkan untuk disiplin. Kalau tidak, bisa terlewat terus karena kerap ada kebutuhan lainnya.
Pengembangan masyarakat
Staf Khusus Presiden Bidang Keagamaan Dalam Negeri Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, selain fungsi dakwah dan pendidikan, pesantren juga memiliki fungsi pengembangan masyarakat. Kehadiran BWM dapat melengkapi itu agar kegiatan ekonomi di pesantren berjalan baik.
”BWM bisa mengambil segmen yang paling dekat dengan pesantren. Selama ini, UKM-UKM mikro kecil di pesantren kurang mendapat perhatian, karena itu, lewat inisiatif Presiden, BWM hadir untuk menggerakkan ekonomi masyarakat di sekitar pesantren,” kata Abdul.
Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin mengatakan, masyarakat harus terlibat aktif dalam penggerakan ekonomi di lingkungan sekitarnya. Di BWM atau berbagai koperasi, misalnya, asas kepatuhan dan ketaatan perlu dipenuhi yang diikuti pemberdayaan bagi masyarakat.