Masyarakat Papua Butuh Dilindungi dan Diberdayakan
Kompleksitas persoalan di Papua dan Papua Barat tidak bisa diselesaikan lewat penggelontoran anggaran dalam jumlah besar. Perlu perlindungan dan pemberdayaan yang besar terhadap masyarakat Papua.
Oleh
FRANSIKUS PATI HERIN
·2 menit baca
MANOKWARI, KOMPAS — Kompleksitas persoalan di Papua dan Papua Barat tidak bisa diselesaikan sekadar lewat penggelontoran anggaran dalam jumlah besar. Perlu perlindungan dan pemberdayaan terhadap masyarakat Papua agar mereka tidak termarjinal di tanah sendiri.
Demikian harapan dari sejumlah pihak yang dihimpun Kompas di Manokwari, Papua Barat, hingga Jumat (6/9/2019). Harapan itu terkait ketertinggalan masyarakat Papua meski selama 18 tahun terakhir mendapatkan status otonomi khusus (otsus).
”Sampai sekarang orang-orang bertanya, bukti otsus itu apa? Jujur saja, kami belum menikmati tujuan otsus. Ini berarti ada yang keliru dengan penanganan di tanah Papua,” kata Sius Nario Yenu (50), warga Manokwari.
Sius mengatakan, usulan dana otsus diberikan dalam bentuk tunai kepada orang Papua merupakan pandangan tidak mendidik. ”Berikan pendidikan dan kesehatan gratis untuk orang asli Papua. Terus bangun rumah untuk mereka,” katanya.
Kendati mendapatkan otsus, anak-anak Papua masih kesulitan membayar uang sekolah yang kini semakin mahal. Orangtua harus mengeluarkan Rp 2 juta-Rp 3 juta untuk mendaftarkan anak di sekolah menengah atas negeri di Manokwari.
Senada dengan itu, Ketua Fraksi Otonomi Khusus DPRD Papua Barat Yan A Yoteni menambahkan, banyak usulan peraturan daerah khusus yang bertujuan melindungi orang Papua menggantung bertahun-tahun di Kementerian Dalam Negeri. Aturan itu seperti perekrutan tenaga kerja, aparatur sipil negara, dan calon kepala daerah.
Berikan pendidikan dan kesehatan gratis untuk orang asli Papua. Terus bangun rumah untuk mereka.
”Uang bisa dicari. Papua ini kaya akan sumber daya alam. Yang diperlukan saat ini adalah regulasi. Ini yang kurang didengar pemerintah pusat. Mereka pikir, kasih uang lalu masalah selesai. Itu tidak akan mungkin terjadi,” katanya.
Unjuk rasa
Sementara itu, unjuk rasa terkait persekusi yang dialami mahasiswa Papua di Jawa Timur kembali berlanjut di Manokwari pada Jumat pagi hingga siang. Dalam unjuk rasa itu, massa terus meneriakkan tuntutan referendum. Namun, aksi yang diikuti sekitar 250 orang itu berjalan dengan damai.
Jali Halitopan, salah satu penggerak massa yang ditemui di markas mahasiswa di kawasan Amban, mengatakan masih akan tetap turun ke jalan untuk menyuarakan aksi. ”Kami ingin bertemu Gubernur Papua Barat untuk menyampaikan aspirasi kami,” katanya.
Sejauh ini, Jali membantah tuduhan aksi yang mereka lakukan atas permintaan tokoh Papua merdeka di luar negeri. Ia menegaskan, aksi murni aspirasi masyarakat dan mahasiswa.