Kebakaran hutan melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Mappi, Papua, sejak Rabu (11/9/2019). Dari pantauan Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura, terdapat 14 titik api di Mappi.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kebakaran hutan melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Mappi, Papua, sejak Rabu (11/9/2019). Dari pantauan Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura, terdapat 14 titik api di Mappi.
Berdasarkan data pantauan Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura pada Kamis (12/9/2019), terdeteksi 33 titik api dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen di wilayah Papua.
Di 33 titik api, yaitu 2 titik di Kabupaten Asmat di Distrik Derkomor dan Safan; 1 titik di Kabupaten Lanny Jaya di Distrik Malagaineri; 14 titik di Kabupaten Mappi di Distrik Assue, Haju, Nambionan, dan Obaa; serta 16 titik di Kabupaten Merauke di Distrik Kaptel, Okaba, Tabonji, dan Waan.
Manajer Pusat Pengendali Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Papua Jonathan Koirewoa, Kamis siang, di Jayapura, mengatakan, jajaran BPBD Mappi masih berada di lapangan untuk memadamkan kebakaran hutan.
”BPBD Mappi bersama masyarakat terus berupaya untuk memadamkan api. Mereka menggunakan mobil pemadam kebakaran untuk mencegah kebakaran hutan semakin meluas,” tutur Jonathan.
BPBD masih mendata sejumlah kampung yang mengalami kendala minimnya air untuk penanganan kebakaran hutan. Kami akan berkoordinasi dengan Bupati Mappi agar segera menetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan.
Ia menuturkan, pemadaman api di sejumlah kampung yang berjarak cukup jauh dari ibu kota Mappi terkendala minimnya ketersediaan air.
”BPBD masih mendata sejumlah kampung yang mengalami kendala minimnya air untuk penanganan kebakaran hutan. Kami akan berkoordinasi dengan Bupati Mappi agar segera menetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan,” tutur Jonathan.
Wakil Bupati Mappi Jaya Ibnu Su’ud mengatakan, pihaknya akan bersinergi dengan aparat TNI dan Polri untuk memadamkan api di seluruh lokasi titik api.
Ia pun menghimbau masyarakat yang membuka perkebunan agar tidak membakar lahan sehingga dapat mengantisipasi kebakaran lahan semakin luas.
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura Petrus Demon Sili mengatakan, dari hasil pemantauan curah hujan dengan kategori sangat rendah, yakni 0-55 milimeter, terjadi di wilayah Merauke, Mappi, Boven Digoel, Asmat, Nduga, Mimika, Deiyai dan Dogiyai.
”Saya mengimbau masyarakat agar lebih hemat menggunakan air saat musim kemarau dan masyarakat tidak membuka ladang dengan cara membakar lahan,” tutur Petrus.
Menurut Kepala Sub-Bidang Pelayanan Jasa Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura Ezri Ronsumbre, terdapat sejumlah faktor penyebab peningkatan titik panas, khususnya di Merauke, yakni September dan Oktober diperkirakan merupakan puncak musim kemarau.
Faktor kedua yakni kondisi topografi yang juga merupakan daerah rawa dengan ilalang sehingga saat musim kemarau daerah tersebut menjadi kering dan mudah terbakar.
”Puncak musim kemarau ditandai dengan jumlah hari tanpa hujan (HTH) yang semakin panjang di beberapa wilayah dengan kategori menengah atau tidak ada hujan antara 11 dan 20 hari. Bahkan, ada wilayah dengan kategori ekstrem yang tidak terjadi hujan lebih dari 60 hari,” tutur Ezri.
Ia menambahkan, aktivitas warga yang secara tidak sengaja membakar lahan dapat menambah jumlah titik hotspot di daerah tersebut. Hal ini didukung kondisi suhu udara pada siang hari yang panas maksimum 33 hingga 34 derajat celsius dan angin kencang yang menyebabkan titik api cepat meluas.
”Kami mengimbau warga setempat lebih berhati-hati dalam membakar sampah ataupun lahan untuk mencegah titik api semakin meluas dan kabut asap menebal sehingga mengurangi jarak pandang dan mencemari udara,” katanya.