Keluarga Jadi Basis Penanaman Paham Moderasi Beragama
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
BANTUL, KOMPAS—Keluarga perlu menjadi basis penanaman paham moderasi beragama. Itu menjadi salah satu cara guna menangkal penyebaran radikalisme yang terjadi secara liar. Upaya pencegahan dilakukan sedini mungkin dari unit terkecil dalam masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat meluncurkan program Pusat Layanan Keluarga Sakinah, Gerakan Moderasi Beragama Berbasis Keluarga, dan Kampung Zakat Wakaf, di kompleks Kantor Bupati Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (12/9/2019).
“Kami akan terus menanamkan moderasi beragama berbasis keluarga. Jadi,keluarga adalah unit terkecil yang sangat strategis. Oleh karena itu, perlu dibekali dengan pemahaman keagamaan yang moderat,” kata Lukman.
Lukman mengungkapkan, agama sebenarnya sudah moderat. Hanya saja cara pemahaman masyarakat yang selama ini masih kurang moderat. Agama kerap dipahami secara tekstual tanpa memerhatikan konteks di mana ajaran agama tersebut berkembang. Itu terjadi karena manusia punya keterbatasan dalam memahami sesuatu.
“Ini menjadi sebuah proses tidak berkesudahan untuk senantiasa dilakukan. Karena, kita akan terus menghadapi tantangan utama dalam memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama,” ujar Lukman.
Moderasi beragama juga diinternalisasikan dalam program Pusat Layanan Keluarga Sakinah (Pusaka Sakinah). Program itu bertujuan menguatkan ketahanan keluarga dan mencegah terjadinya masalah yang berpotensi muncul saat pasangan sudah menikah. Layanannya berupa bimbingan yang dilakukan sejak pasangan akan menikah. Itu agar mereka lebih siap dalam membangun rumah tangganya.
Alissa Wahid, Koordinator Tim Ahli untuk Pengembangan Program Bina Keluarga Sakinah, Kementerian Agama, mengatakan, pihaknya tak memungkiri radikalisme itu semakin kuat penyebarannya. Selama ini, seolah hanya pemerintah dan aparat kepolisian yang bertanggung jawab terhadap hal itu. Padahal, paham radikal bisa dibentengi sejak dini dari lingkungan keluarganya melalui penanaman nilai moderasi beragama.
“Ini mau kita balik. (Penangkalan radikalisme) dimulai dari keluarga. Kenapa ada keluarga yang anak-anaknya tidak mempan diterpa banjir pandangan radikal? Karena, disiapkan sejak dari dalam keluarganya. Tidak menunggu dia terpapar,” kata Alissa.
Selain itu, Alissa mengatakan, belum pernah ada pembekalan mengenai moderasi beragama bagi pasangan yang akan menikah. Pembekalan biasanya sekadar agar keluarga itu tidak bercerai, tidak melakukan tindak kekerasan, dan mengelola keuangan dengan baik. Materi tambahan tentang moderasi beragama agar pasangan lebih siap apabila ada pihak yang berusaha mempengaruhi mereka dengan paham radikal. Pembekalan dilakukan melalui Kantor Urusan Agama (KUA).
Kepala Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariat Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY Nadhif mengatakan, orangtua menjadi sosok penting dalam pengajaran moderasi beragama. Tidak perlu menunggu usia sekolah. Tindakan menghargai umat beragama lain yang ditunjukkan orangtua kepada anak merupakan salah satu upaya penanaman nilai moderasi beragama itu.
“Saya harapkan, muncul kerukunan. Dari situ ada ketahanan keluarga. Adanya keharmonisan. Ketidakharmonisan itu bibit dari sikap ekstrim. Suka menyalahkan, berprasangka, dan tidak berpikir positif,” kata Nadhif.
Nadhif menyampaikan, ada lima kecamatan di DIY yang dijadikan tempat uji coba program Pusaka Sakinah. Lima kecamatan itu, yakni Kecamatan Umbulharjo, Kecamatan Nanggulan, KecamatanSewon, Kecamatan Wonosari, dan Kecamatan Banguntapan. Ia mengharapkan, jumlah kecamatan yang terjangkau program itu bisa meluas.
Selanjutnya, Nadhif menambahkan, upaya menjaga ketahanan keluarga sebenarnya sudah dimulai lebih dahulu di DIY. Hal itu diwujudkan melalui Perda DIY Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembangunan Ketahanan Keluarga.