Festival Kota Lama Panggungkan Akulturasi Indonesia-Belanda
Festival Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, yang digelar 12-22 September 2019, diharapkan menjadi agenda yang terus mendongkrak kunjungan wisata di ”Kota Lumpia”.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Festival Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, yang digelar 12-22 September 2019 diharapkan menjadi agenda yang terus mendongkrak kunjungan wisata di ”Kota Lumpia”. Ajang ini sekaligus etalase wajah baru Kota Lama seusai direvitalisasi.
Sekretaris Festival Kota Lama 2019 Jessie Setiawati, Minggu (15/9/2019), mengatakan, kawasan Kota Lama tak bisa dilepaskan dari peninggalan Belanda, termasuk bangunan-bangunan kuno yang ada. Oleh karena itu, tema yang diangkat yakni ”Indische Parade”.
”Indische mewakili kebudayaan Indonesia-Belanda dan kami ingin mengangkat akulturasinya. Sementara parade berarti rangkaian panjang acara ini. Sebelumnya, Festival Kota Lama hanya berlangsung tiga-empat hari, sedangkan kali ini 11 hari,” kata Jessie.
Pada tahun kedelapan penyelenggaraan Festival Kota Lama ini terdapat sejumlah acara, seperti Pameran Sketsa Cagar Budaya, Jelajah Kota Lama, dan Holland Spreken (pelatihan bahasa Belanda). Juga ada pameran, seminar, dan pertunjukan seni.
Jessie mengatakan, sejak pertama kali diselenggarakan pada 2012, Festival Kota Lama bertujuan menyuguhkan daya tarik Kota Lama sehingga dikenal luas. Apalagi, sebelumnya kawasan itu terkesan kumuh, tak terawat, dan menyeramkan pada malam hari.
Saat ini, Kota Lama sudah direvitalisasi dan menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Semarang yang banyak dikunjungi. ”Harapan kami, festival ini bisa dikenal nasional, bahkan mancanegara, yang akhirnya meningkatkan pariwisata,” ujarnya.
Revitalisasi di kawasan Kota Lama, yang didukung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sudah sekitar 95 persen. Tinggal pembuatan rumah pompa dan polder.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menuturkan, revitalisasi di kawasan Kota Lama, yang didukung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sudah sekitar 95 persen. Tinggal pembuatan rumah pompa dan polder.
Menurut Hendrar, kawasan Kota Lama sebenarnya terdiri atas empat subsistem. ”Selain Little Netherland, juga ada Kampung Melayu, Kampung Arab, dan Pecinan. Mulai tahun depan, kami tata juga Kampung Melayu, Arab, dan Pecinan sehingga nantinya akan semakin menarik bagi wisatawan,” katanya.
Sejumlah penataan tersebut diharapkan meningkatkan jumlah kunjungan wisata ke Kota Semarang. Menurut data Pemerintah Kota Semarang, ada peningkatan jumlah wisatawan dari sekitar 2 juta wisatawan pada 2011 menjadi 5 juta pada 2018. Adapun pada 2019 ditargetkan mencapai 7 juta wisatawan.
Hendrar menambahkan, konsep bergerak bersama menjadi kunci pengembangan pariwisata. Oleh karena itu, selain sejumlah atraksi, kerja sama dengan biro perjalanan, hotel, dan pihak-pihak lainnya juga diperkuat. Dengan demikian, Semarang akan makin dikenal.
Hanifa (26), warga Gunungpati, Kota Semarang, mengatakan, saat ini Kota Lama Semarang semakin menarik untuk dikunjungi. ”Sebelumnya gelap saat malam hari dan langganan banjir, tetapi sekarang seru untuk foto-foto,” ucapnya.
Para pengunjung tampak begitu antusias menyusuri Kota Lama. Salah satu titik yang paling banyak dikunjungi yakni sentra kuliner Pasar Sentiling. Di sini tersedia 52 gerai jajanan khas. Tidak hanya dari Semarang, tetapi juga daerah lain, seperti Bandung dan Jakarta.