Hadapi Tourism 4.0, Kapasitas Sumber Daya Manusia Jadi Perhatian
Pembangunan destinasi pariwisata super prioritas Indonesia ditargetkan rampung tahun 2020. Tidak hanya dari segi infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia dari segi pelayanan, juga harus jadi perhatian utama.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Pembangunan destinasi pariwisata super prioritas Indonesia ditargetkan rampung tahun 2020. Tidak hanya dari segi infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia dari segi pelayanan, juga menjadi perhatian agar pengunjung bakal mendapat pelayanan maksimal.
Lima destinasi yang menjadi perhatian utama tersebut adalah Danau Toba di Sumatera Utara, Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Candi Borobudur (Jawa Tengah), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur) dan Likupang (Sulawesi Utara). Dalam kegiatan wisuda Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung, Senin (16/9/2019), Menteri Pariwisata Arief Yahya menuturkan, kelima destinasi ini diharapkan bisa menjadi andalan pariwisata Indonesia bersama Bali yang telah terkenal di dunia.
Arief menyatakan, kapasitas wirausaha dan pemahaman teknologi digital diharapkan bisa dipenuhi para lulusan perguruan tinggi untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Arief, tren pariwisata saat ini sudah masuk ke tourism 4.0. Artinya, di era ini, kebutuhan akan pariwisata seperti informasi hingga pemesanan telah masuk ke ranah digital sehingga pelaku usaha diminta paham akan perkembangan tersebut.
“Bagi saya, Tourism 4.0 adalah pariwisata yang identik dengan milenial dan digital. Jadi, perguruan tinggi perlu mengembangkan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” ujarnya.
Arief mengapresiasi penyerapan lulusan STP yang terserap maksimal di bidang pariwisata. Berdasarkan data STP, dari 610 wisudawan, 81 persen lulusan sekolah tinggi ini diterima dalam industri pariwisata dan 19 persen di bidang non pariwisata. Sebanyak 12 persen lulusan itu bekerja di luar negeri.
Ketua STP Bandung Faisal menuturkan, perguruan tinggi siap menyediakan sumber daya yang unggul dalam mengembangkan pariwisata Indonesia. Pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dapat menjadi solusi agar lulusan perguruan tinggi bisa langsung terserap dalam industri pariwisata.
Akan tetapi, menurut Faisal, kesiapan sumber daya lokal tidak kalah penting dibandingkan kesiapan sumber daya dari lulusan perguruan tinggi ataupun sekolah pariwisata. Dia berujar, hingga saat ini, kendala yang dialami saat membuka destinasi wisata baru adalah keterbukaan masyarakat setempat.
Pemerintah perlu melihat kondisi masyarakat lokal. Penerimaan dan pemberdayaan masyarakat lokal bisa berimbas kepada pelayanan pariwisata di daerah tersebut. Kami sebagai akademisi bisa memberikan dukungan. Namun, jangan sampai masyarakat lokal hanya menjadi penonton
“Pemerintah perlu melihat kondisi masyarakat lokal. Penerimaan dan pemberdayaan masyarakat lokal bisa berimbas kepada pelayanan pariwisata di daerah tersebut. Kami sebagai akademisi bisa memberikan dukungan. Namun, jangan sampai masyarakat lokal hanya menjadi penonton,” ujarnya.
Destinasi Prioritas
Untuk menyiapkan hal tersebut, tutur Arief, pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur dan fasilitas penunjang pariwisata seperti akses transportasi dan akomodasi. Selain itu, pelayanan di bidang sanitasi dan pengolahan sampah menjadi perhatian sehingga lokasi wisata tersebut bersih dan layak untuk dikunjungi.
Di samping itu, Arief mengapresiasi komitmen pemerintahan daerah yang ingin menjadi provinsi pariwisata. Dia mencontohkan dua daerah di Jawa Barat yang diproyeksikan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yaitu di Kabupaten Pangandaran dan Kabupaten Sukabumi. Ke depan, kedua daerah itu diharapkan bisa menambah pilihan destinasi wisata yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
“Tahun 2020 diharapkan semuanya bisa selesai. Selain kelima destinasi superprioritas, potensi wisata daerah lain juga bisa berjalan beriringan,” tuturnya.