Kerja Sama Indonesia-Australia Bisa Tekan Defisit Neraca Perdagangan
Perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) antara Indonesia dan Australia diharapkan bisa menekan defisit neraca perdagangan yang terjadi selama lima tahun terakhir.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) antara Indonesia dan Australia diharapkan bisa menekan defisit neraca perdagangan yang terjadi selama lima tahun terakhir. Para pelaku usaha dan pemerintah daerah diminta segera menyusun strategi agar kerja sama tersebut menguntungkan Indonesia.
”Indonesia-Australia CEPA bisa meningkatkan daya saing Indonesia melalui perluasan akses pasar perdagangan barang dan jasa, investasi, sumber daya manusia, dan economic powerhouse,” kata Direktur Perundingan Bilateral di Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini saat Sosialisasi Indonesia-Australia (IA) CEPA, Senin (16/9/2019), di Surabaya.
Perjanjian dagang IA-CEPA ditandatangani kedua negara pada 4 Maret 2019. Saat ini Indonesia dan Australia dalam proses meratifikasi perjanjian tersebut. Implementasi IA-CEPA diperkirakan baru dimulai pada 2020. Ada enam hal yang diatur dalam perjanjian itu, yakni perdagangan barang, perdagangan jasa, penanaman modal, kerja sama ekonomi, persaingan usaha, dan ketentuan legal.
Marthini mengatakan, pemerintah sudah menghitung untung rugi dalam membuat perjanjian dagang tersebut. Dia menilai, banyak peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia, terutama meningkatkan ekspor ke Australia dengan kemudahan yang diberikan dalam perjanjian tersebut, seperti pembebasan tarif bea masuk.
Dengan kemudahan tersebut, pelaku usaha di Indonesia seharusnya bisa memanfaatkannya dengan maksimal. Peningkatan ekspor juga diperlukan agar neraca perdagangan antara Indonesia dan Australia yang selalu defisit dalam lima tahun terakhir bisa menurun. Pada 2018, neraca perdagangan Indonesia dengan Australia defisit hingga 3,025 juta dollar AS.
”Kerja sama juga bisa dilakukan kedua negara untuk memproduksi barang ekspor ke negara ketiga karena biaya produksi turun,” kata Marthini.
Kerja sama juga bisa dilakukan kedua negara untuk memproduksi barang ekspor ke negara ketiga karena biaya produksi turun.
Kepala Bagian Ekonomi, Infrastruktur, dan Investasi Kedutaan Besar Australia Alison Duchan mengatakan, perjanjian dagang tersebut diyakini akan menguntungkan kedua negara. Indonesia berpotensi mengekspor kendaraan listrik dengan harga lebih murah karena tidak dikenai tarif bea masuk. IA-CEPA juga akan menjadikan era baru perdagangan bagi kedua negara.
”Impor komoditas dari Australia ke Indonesia telah menumbuhkan lapangan kerja baru karena komoditas yang diimpor adalah bahan mentah yang memerlukan proses pengolahan di Indonesia, seperti terigu,” ujarnya.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani berharap, pelaku usaha di Indonesia bisa memanfaatkan peluang ini dengan baik. Pihaknya akan memfasilitasi pelaku usaha yang tertarik untuk melakukan ekspor dan kerja sama dagang lainnya dengan Australia.