Survei Harimau Sumatera Tentukan Langkah Konservasi
Survei sebaran hunian harimau Sumatera atau Panthera tigris sumatrae di seluruh Pulau Sumatera diharapkan tuntas tahun depan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Survei sebaran hunian harimau Sumatera atau Panthera tigris sumatrae di seluruh Pulau Sumatera diharapkan tuntas tahun depan. Di Sumatera Utara, survei dilakukan di Suaka Margasatwa Dolok Surungan dan Siranggas pada bulan ini. Survei ini penting di tengah ancaman kerusakan habitat, perburuan, perdagangan, dan konflik dengan manusia.
“Survei ini untuk melihat sebaran hunian dan tren populasi antar waktu harimau Sumatera. Khusus untuk Sumut, selama ini belum pernah dilakukan survei sebaran hunian. Informasi ini sangat penting untuk menentukan skala prioritas kebijakan konservasi,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut Hotmauli Sianturi, di Medan, Rabu (18/9/2019).
Hotmauli menyatakan, survei sebaran harimau Sumatera dilakukan dalam skala Pulau Sumatera pada 2018-2019. Survei ini sudah pernah dilakukan pada 2007-2009, tetapi cakupannya hanya sekitar 60 persen dari habitat harimau Sumatera. Sumut pun ketika itu tidak ikut disurvei.
“Namun, berdasarkan laporan keberadaan jejak, pantauan petugas, dan masyarakat, saat ini diperkirakan 40-50 ekor harimau Sumatera hidup di sejumlah ekosistem di Sumut,” kata Hotmauli.
Menurut Hotmauli, survei harimau Sumatera sangat penting mengingat ancaman besar yang dihadapi harimau Sumatera. Di Sumut, konflik harimau Sumatera dengan warga desa penyangga masih terus terjadi. Sumut juga saat ini darurat jerat.
Dalam operasi sapu jerat yang mereka lakukan dalam tiga bulan belakangan, ditemukan 180 jerat di hutan dan desa penyangga. Pada 2015-2019 ini juga ditemukan tiga harimau Sumatera terluka karena jerat. Satu di antaranya terpaksa diamputasi karena kakinya telah membusuk.
Peneliti Yayasan Sintas Indonesia Hariyo T Wibisono, yang menjadi koordinator survei, mengatakan, survei dilakukan pada 722 petak di seluruh habitat harimau Sumatera. Setiap petak luasnya 17 kilometer x 17 kilometer, sesuai dengan wilayah jelajah harimau Sumatera. Survei akan dilakukan dengan pengamatan langsung jejak dan tanda keberadaan lainnya di setiap petak.
Cakupan survei saat ini hampir dua kali lipat dibandingkan survei 2007-2009 yang mencakup 394 petak. Waktu itu, keberadaan harimau Sumatera ditemukan di 206 petak yang disurvei atau 52 persen dari total petak yang disurvei. Berdasarkan survei itu, sebaran harimau Sumatera lebih banyak ditemukan di dataran rendah, hutan dengan kondisi baik, dan di pinggiran hutan yang rusak tetapi masih dekat dengan hutan yang baik.
Hariyo mengatakan, sejumlah kendala dalam survei harimau Sumatera adalah areal jelajah yang sangat luas dan topografi habitat yang curam. Selain itu, biaya untuk survei juga cukup besar.
Di tengah status sangat terancam punah, populasi harimau Sumatera ditargetkan bisa meningkat dua kali lipat pada 2022 dibandingkan dengan populasi tahun 2010.
Di Sumut, ada 116 petak yang akan di survei. Namun, baru 10 yang akan disurvei tahun ini yakni empat petak di Suaka Margasatwa (SM) Siranggas di Kabupaten Pakpak Bharat, dan enam petak di SM Dolok Surungan di Kabupaten Asahan, Labuhanbatu Utara, dan Toba Samosir. Wilayah lainnya pun diharapkan bisa disurvei dengan partisipasi berbagai pihak seperti perusahaan dan lembaga swada masyarakat.
Hariyo mengatakan, di tengah status sangat terancam punah, populasi harimau Sumatera ditargetkan bisa meningkat dua kali lipat pada 2022 dibandingkan dengan populasi tahun 2010. Penggandaan populasi khususnya di enam habitat yakni Ekosistem Leuser, Kerinci Seblat, Bukit Tiga Puluh, Kampar Kerumutan, Berbak Sembilang, dan Bukit Barisan Selatan. Survei ini juga akan melihat perkembangan sebaran hunian di enam ekosistem itu.