Kobaran Api di Lereng Gunung Gede Ancam Hutan Produksi
Kebakaran hutan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, dilokalisir agar tidak meluas dan mengenai hutan produksi dengan tanaman utama pinus. Awal kobaran api diduga akibat kelalaian manusia.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
PONOROGO, KOMPAS — Kebakaran hutan di lereng Gunung Gede, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, diantisipasi agar tidak meluas dan mengenai hutan produksi dengan tanaman utama pinus. Sebanyak 40 orang, terdiri dari petugas kehutanan dan warga setempat, saat ini dikerahkan untuk memadamkan serta melokalisir kobaran api.
Kepala Seksi Humas Perhutani Divisi Regional Jawa Timur Misbakhul Munir mengatakan, kebakaran terjadi di petak 129 Resor Pemangkuan Hutan Bungkal, Kesatuan Pemangkuan Hutan Lawu dan Sekitarnya (Lawu Ds). Lokasinya di lereng Gunung Gede. Api yang diduga berasal dari puntung rokok membakar rerumputan dan serasah kering di permukaan tanah.
”Sebanyak 40 orang telah dikerahkan untuk memadamkan api dan mencegah api meluas. Di sekitar lokasi kebakaran terdapat hutan produksi dengan tanaman pinus,” ujar Munir, Kamis (19/9/2019).
Munir mengatakan, upaya pemadaman api telah berlangsung dua hari terakhir. Kendalanya, medan yang curam karena kebakaran terjadi di lereng yang berupa lembah. Meski demikian, petugas dan warga tidak berani meninggalkan lokasi kebakaran sebelum api benar-benar padam.
Selama dua hari ini mereka bergiliran jaga untuk mencegah api merembet ke hutan pinus. Selain itu, petugas telah membuat ilaran atau semacam selokan memanjang mengitari hutan untuk mencegah lompatan lidah api.
Sementara itu, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Ponorogo, kebakaran hutan kerap terjadi selama musim kemarau tahun ini. Total luas hutan yang terbakar sejak Juni hingga September atau selama empat bulan telah mencapai 60,5 hektar (ha). Rinciannya, 34,5 hektar hutan rakyat dan sisanya 26 ha hutan yang dikelola Perum Perhutani.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Ponorogo Setyo Budiono mengatakan, kawasan hutan yang terbakar tersebar di Kecamatan Sampung, Badegan, Sambit, dan Bungkal. Faktor utama penyebab kebakaran hutan yaitu kelalaian manusia, contohnya saat membersihkan lahan mereka, membakar sampah, dan lupa mematikan api.
Penyebab lain adalah orang-orang yang masuk ke kawasan hutan untuk berburu hewan tertentu, lalu membuang puntung rokok yang masih menyala. Api dari puntung rokok membakar rerumputan dan serasah pohon yang mengering karena kemarau. Contoh lain, para pencari madu di hutan yang membuat asap untuk mengusir lebah dari sarangnya.
Mengantisipasi kebakaran hutan yang masih berpotensi terjadi selama musim kemarau, BPBD telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan agar lebih berhati-hati saat membuat api. Warga diminta tidak meninggalkan api yang masih menyala dan harus memastikan api benar-benar padam saat meninggalkan lokasi.
Sejauh ini, BPBD Ponorogo bersama Perhutani, masyarakat, dan aparatur negara lainnya bersinergi memadamkan api dengan metode tradisional. Di antaranya dengan memukulkan ranting pohon yang basah ke titik api. Selain itu, membuat ilaran atau sekat bakar untuk melokalisir api agar tidak meluas.
Tahun lalu, luas hutan di Ponorogo yang terbakar mencapai 166 hektar. Selama 2018, kebakaran hutan telah merenggut dua nyawa warga Ponorogo. Mereka terjebak saat hendak memadamkam api yang membakar hutan.