Sejumlah akademisi dan mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal menggelar aksi penolakan UU KPK hasil revisi yang dinilai tidak prosedural. Mereka berharap, hakim MK mengabulkan permohonan uji formil dan materiil UU itu.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS -- Dua hari setelah disahkan, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi masih ditolak sejumlah elemen masyarakat. Di Kota Tegal, Jawa Tengah misalnya, Kamis (19/9/2019), sejumlah akademisi dan mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal menggelar aksi penolakan terhadap UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 hasil revisi yang dinilai tidak prosedural. Mereka berharap, ikhitar terakhir menghentikan upaya pelemahan KPK yakni permohonan uji formil dan materiil dikabulkan Mahkamah Konsitusi.
Dosen Faktultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal Himawan Sugiharto mengatakan, Universitas Pancasakti (UPS) Tegal mengaku prihatin dengan pengesahan UU KPK hasil revisi. Menurut Himawan, proses revisi hingga pengesahan UU KPK tersebut terkesan terburu-buru dan tidak sesuai prosedur.
"Jika mengacu UU Nomor 12 Tahun 2011, revisi ini tidak prosedural. Sebab, revisi ini tidak diusulkan melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) terlebih dahulu. Beberapa revisi UU yang diusulkan lewat Prolegnas saja belum selesai ditangani, masak revisi UU KPK yang baru diusulkan dua pekan belakangan langsung bisa disahkan," kata Himawan, Kamis, di UPS Tegal.
Himawan juga menyayangkan proses revisi yang tidak melibatkan KPK dan tidak mendengarkan aspirasi publik. Padahal, UU yang akan direvisi ini menentukan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Himawan menuturkan, salah satu ikhitar terakhir yang dapat ditempuh masyarakat adalah mengajukan permohonan uji formil dan materiil terhadap UU KPK hasil revisi kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Himawan berharap MK mengabulkan permohonan perwakilan masyarakat dikabulkan.
"Harapan terakhir ada pada para hakim MK. Semoga hati nurahi para hakim MK masih terbuka dan mereka benar-benar melaksanakan janjinya untuk menjaga konstitusi," imbuh Himawan.
MK telah menerima berkas permohonan uji formil dan materiil UU KPK hasil revisi. Permohonan pengujian UU KPK diperkirakan akan bertambah, mengingat sejumlah kelompok bersiap mengajukan pengujian yang sama. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono Soeroso mengatakan, permohonan pengujian UU KPK yang pertama diterima MK diajukan oleh 17 pemohon yang sebagian besar adalah mahasiswa (Kompas, 19/9/2019).
Secara terpisah, Koordinator Badan Pekerja Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak) Jawa Tengah Darwanto mengatakan, hingga saat ini, masyarakat di Jawa Tengah, khususnya di wilayah pantura barat belum mengajukan permohonan uji formil dan uji materiil terhadap UU KPK hasil revisi. Meski begitu, Gebrak mendukung upaya pengajuan permohonan yang sudah diajukan kelompok masyarakat dari daerah lain.
Darwanto optimistis, pengajuan permohonan uji formil dan materiil yang diajukan masyarakat dikabulkan. Sebab, revisi UU KPK itu dinilai cacat secara prosedur, tidak melibatkan KPK, dan tidak mendengarkan aspirasi masyarakat.
Darwanto menambahkan, jika upaya permohonan uji materiil dan uji formil tidak dikabulkan, pihaknya akan melakukan kajian terkait upaya hukum lain yang bisa ditempuh. Jika tidak ada, besar kemungkinan masyarakat akan menyatakan mosi tidak percaya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah.
"Kami akan menunggu hasil pengajuan permohonan uji materi dan uji formil. Kalau masih tidak berhasil, bukan tidak mungkin kami akan menyatakan mosi tidak percaya kepada DPR RI dan pemerintah," ucap Darwanto.
Menurut Darwanto mosi tidak percaya layak dinyatakan masyarakat kepada DPR RI dan pemerintah karena lembaga eksekutif dan legislatif tersebut mengabaikan aspirasi masyarakat dalam proses revisi UU KPK.