Nahdlatul Ulama berperan penting menjaga persatuan bangsa dan melawan potensi radikalisme. Semangat menjaga ketenangan dan perdamaian patut dijunjung tinggi oleh para anggota NU.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS— Nahdlatul Ulama berperan penting menjaga persatuan bangsa dan melawan potensi radikalisme. Semangat menjaga ketenangan dan perdamaian patut dijunjung tinggi oleh para anggota NU.
Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar mengatakan, saat ini masyarakat tengah menghadapi keadaan darurat dengan derasnya berita bohong dan persoalan radikalisme. Kurangnya pemahaman dan verifikasi, menurut dia, dimanfaatkan sekelompok orang untuk memecah belah masyarakat sendiri. Kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan karena dapat menyebabkan kegaduhan kian berlarut.
“Menjadi tugas para pengurus untuk membina anggota NU agar tidak berjalan ke arah yang salah. Kalau sudah dibina tapi tidak bisa, ya dibinasakan. Oleh karena itu, kita sebagai warga NU harus mempersiapkan dan menyelamatkan bangsa dari situasi darurat itu,” kata Miftachul dalam sambutan dan pengarahannya pada pembukaan Rapat Pleno PBNU di Pondok Pesantren Al Muhajirin 2, Purwakarta, Jawa Barat, Jumat (20/9/2019).
Dalam kesempatan itu hadir pula Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih 2019-2024 Ma’ruf Amin, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Agenda rapat pleno ini untuk membahas berbagai masalah dan evaluasi kinerja dari setiap cabang dan mempersiapkan hingga muktamar ke-34.
Peserta yang hadir berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, antara lain Tasikmalaya, Bandung, dan Jombang. Tenda pertemuan penuh dengan para peserta yang datang, bahkan saking penuhnya ada beberapa peserta yang tidak bisa masuk ke dalam tempat pertemuan.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj mengapresiasi, pemerintah telah mencabut izin organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena dinilai bertentangan dengan nilai Pancasila. Meski demikian, ia menilai pemerintah perlu lebih serius dalam menindak kelompok radikal.
“Mereka kurang serius menangani kelompok radikal, pembiaran itu menyebabkan para anggota kelompok berani menantang dan memfitnah tokoh nasional, kiai, dan ulama. Dalam mengatasi radikalisme, ketegasan harus ada,” kata Said.
Said menyebutkan, tidak boleh ada toleransi bagi mereka yang melakukan aksi radikal. Hal itu dikhawatirkan dapat merusak ideologi bangsa dan merusak kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak boleh ada toleransi bagi mereka yang melakukan aksi radikal. Hal itu dikhawatirkan dapat merusak ideologi bangsa dan merusak kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang bersifat sosial, Said menyebutkan, NU harus steril dari politik praktis. Kepedulian NU terhadap politik diwujudkan dalam peran politik tingkat tinggi, politik kebangsaan, dan kerakyatan. Hal itu diharapkan persaudaraan di lingkungan warga NU dapat terpelihara.
Sementara itu, Wakil Presiden terpilih Ma’ruf Amin, yang juga Mustasyar atau Dewan Penasehat PBNU, menyebutkan, NU akan menghadapi tantangan-tantangan yang semakin berat dalam lima tahun ke depan. Oleh sebab itu, NU harus melakukan upaya serius untuk menjaga agama dan negara.
Menjaga agama yang dimaksud Ma’ruf adalah mempertahankannya dalam pemahaman moderat. Menurut dia, tren radikalisme dan toleransi semakin hari semakin besar dan luas dikarenakan kurangnya mendalami agama. Pemikiran keagamaan yang moderat tidak hanya bersumber pada kebenaran teks, melainkan juga memadukan kontekstual. Kemudian berpikiran terbuka dalam merespons setiap dinamika yang ada.
Ke depan, Ma’ruf menyampaikan agar para anggota selalu menjaga negara agar berada di jalur yang benar. Artinya, tidak boleh meengubah bingkai kesepakatan nasional yang telah diletakkan para pendiri bangsa. Pilar-pilar kebangsaaan itu harus dipertahankan dengan teguh. Adanya indikasi dari kelompok yang mencoba keluar untuk menentang ideologi bangsa harus dilawan bersama.